Friday 14 December 2018

Memahami kerangka bahasa Jawa

Setelah memahami bahwa pola kalimat bahasa Jawa relatif sama dengan bahasa Indonesia serta pentingnya pemahaman kosakata ngoko sebagai dasar dalam menguasai bahasa Jawa maka sekarang kita perlu mengetahui kerangka bahasa Jawa.

Kerangka bahasa Jawa ialah kerangka bahasa yang diwujudkan dalam tiga bagian pokok yaitu Ngoko (tidak formal - akrab), Madya (semiformal - cukup akrab), dan Krama (Formal - tidak akrab). Kerangka ini merupakan kerangka yang menyiratkan suasana (kondisi/situasi) dan hubungan antar pembicara.

Kerangka bahasa Jawa umumnya akan menjadi lebih khusus (spesifik) dengan pemilihan kosakata. Kosakata tersebut akan memberikan perubahan yang halus (subtle) atau kecil namun menjadi cukup penting dalam keluwesan (fleksibilitas) dari unsur pembicara, suasana, maupun faktor lainnya. Untuk membedakan, dalam blog ini istilah Ngoko, Madya, dan Krama digunakan untuk kerangka kebahasaan sedangkan untuk kosakata maka digunakan istilah lugu, têngahan, dan alus serta ditambah dengan andhap. Ada pula jenis kosakata inggil namun untuk sekarang tidak perlu dirisaukan terlebih dahulu.

Sekarang kita melihat contoh kerangka terlebih dahulu. Perlu dicatat bahwa perubahan kerangka merupakan dasar perubahakan yang paling dasar sebelum perubahan secara khusus (spesifik) yaitu dengan kosakata.

Contoh:

Awal: Saya makan apel tadi pagi di rumah.

Kerangka yang pertama kita pakai ialah ngoko. Karena subjek dari kalimat tersebut adalah /saya/ maka koosakata yang dipakai bervariasi dari lugu hingga têngahan sebab kita tidak boleh menyombongkan atau meinggikan diri kita sendiri.

Ngoko lugu
Ubah:  Aku mangan apêl mau esuk ing omah.

Semua kosakata diubah menjadi kosakata lugu.

Ngoko têngahan
Ubah: Aku maêm apêl mau esuk ing omah.

Kosakata yang dapat diubah menjadi têngahan ialah ... Tidak semua kosakata dapat diubah karena akan merubau suasana dasar dari ngoko yaitu akrab.

Apabila kita merubah subjek menjadi /kamu/ maka kita dapat menambah spesifikasi kosakata alus pada kosakata ngoko.

Ngoko alus
Ubah: Pañjênêngan wis dhahar apêl mau esuk ing dalêm.

Kosakata-kosakata utama boleh diubah menjadi alus yaitu subjek, predikat, dan benda yang dimiliki oleh subjek (rumah). Dengan ngoko alus kita meninggikan atau mengormati subjek namun tetap bersifat ngoko atau akrab (tidak formal) dengan tetap menuliskan kerangka seperti partikel, kata bantu, serta kata keterangan waktu dalam kosakata lugu.

Kerangka kedua yang akan kita pakai ialah kerangka madya. Pemilihan kosakata juga terbatas menjadi lugu dan têngahan oleh karena subjek kalimat yaitu /saya/.


Kerangka ketiga yant akan kita pakai ialah kerangka krama. Pemilihan kosakata sama?

Demikian uraian umum secara singkat mengenai kerangka dalam bahasa Jawa dan spesifikasi kosakata yang disesuaikan dengan pembicara, subjek, dan suasana serta faktor lainnya. Untuk lebih mendalami kerangka bahasa Jawa maka dapat melihat ke: ...

Sebelumnya...

Dasar Belajar Bahasa Jawa

Dasar belajar bahasa Jawa ialah penguasaan tata bahasa (meliputi pola kalimat) dan kosakata. Sama seperti bahasa lainnya, tata bahasa merupakan dasar untuk mengetahui ekspresi kebahasaaan. Akan tetapi, kosakata merupakan hal penting dalam komunikasi kebahasaaan untuk seterusnya.

Cara pertama ialah merubah tata bahasa menyesuaikan bahasa Jawa.

Contoh:

Awal: Saya membeli tas ke toko untuk keperluan sekolah.

Ubah: Saya membeli tas ke toko untuk keperluan sekolah.

Sama? Ya! Bahasa Jawa secara umum memiliki pola kalimat yang sama dengan bahasa Indonesia. Dengan ini, akan lebih mudah mempelajari bahasa Jawa pada langkah pertama. Tentu saja perbedaan akan selalu ada mengingat dua bahasa ini adalah dua bukan satu bahasa.

Selanjutnya, perubahan kosakata menjadi penting. Kosakata tinggal digeser ke bahasa Jawa. Sehingga pergeseran kosakata menjadi salah satu modal utama dalam mempelajari bahasa Jawa.

Contoh:

Awal: Saya pergi ke sekolah.

Ubah: Aku lunga mênyang pawiyatan.

Saya -> aku, pergi -> lunga, ke -> mênyang, sekolah -> pawiyatan.

Seperti yang terlihat, dengan penguasaan kosakata maka menguasai bahasa Jawa akan lebih mudah dengan menggeser kosakata bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa oleh karena pola kalimat yang umumnya sama. Kosakata yang wajib diketahui ialah kosakata ngoko. Mengapa? Sebab kosakata ngoko merupakan dasar (basis) dari seluruh kosakata dalam bahasa Jawa. Tidak semua kosakata memiliki bentukan halus ataupun semihalus. Akan tetapi, semua kosakata pasti memiliki bentukan ngoko. Sehingga penting sekali untuk menguasai kosakata ngoko dengan cukup sebelum merambah ke kosakata lain sehingga dasar atau pokok bahasa Jawa sudah dikuasai terlebih dahulu. Selain itu perlu diingat bahwa apabila kosakata bahasa Jawa ngoko kita masih tercampur bahasa Indonesia dengan cukup sering maka hal itu berarti penguasaan ngoko kita belum baik dan perlu pemfokusan untuk daerah penguasaan kosakata ngoko. Sehingga apabila prioritas (hal utama) tersebut sudah dikuasai dengan baik maka kita dapat meloncat ke kosakata jenis lain yang jika ditotal lebih sedikit dari kosakata ngoko secara umum.

Latihan:

Awal: Saya pergi ke Surabaya dengan teman-teman.

Ubah:

Awal: Saya makan bakso dan meminum es kelapa muda saat siang hari.

Ubah:

Awal: Saya suka bermain dan membaca.

Ubah:

Awal: Saya bangga menjadi orang Indonesia.

Ubah:

Awal: Saya suka membatik dan bermain pantun.

Ubah:

Awal: Bersama teman-teman, kami selalu bahagia bercanda dan tertawa.

Ubah:

(Untuk kamus silahkan buka: Bausatra Indhonesiyah Jawi)

Selanjutnya...

Pitêmbung: Kompyuthêr

Kosakata - Komputer

Mouse: Panduduh
Kursor: tandha panah
Monitor: layar
Keyboard: papan tig
Charger: panyêtrum
Stop kontak: bolongan setrum
Adaptor: pangowah ilen/setrum
Ac: setrum ase (bali arah/bola bali)
Dc: setrum dhese (tunggal arah)
Usb: yuwesbi
Click: ndudul
Proyektor: panyitra
Screen: layar citra
Lubang konektor: bolongan panggathuk

Saturday 20 October 2018

Panduan Nama Tempat: Korea

Untuk nama tempat Korea yang dipergunakan secara umum, antara k-kh-kk, c-ch-cc/jj, p-ph-pp, s-ss, dsb tidak dibedakan. Untuk pengucapan, konsonan diucapkan sesuai dengan keadaan saat sendiri/tetisolasi dimana b dibaca p saat tidak mengikuti dibelakang kosakata lain. Untuk huruf vokal digunakan yang mendekati suara menurut referensi akademis. Eu -> u, eo-> a(â)/oh, ê, oe/oi -> e, ae -> ay(è), eh, eui -> i. Untuk suara ô + konsonan dan é + konsonan maka akan ditulis sebagai u + konsonan dan i + konsonan. Sedangkan u + konsonan dan i + konsonan akan ditulis sebagai û + konsonan dan î + konsonan. Untuk lebih jelasnya nanti dapat melihat Tabel Aksara Jawa yamg belum saya buat saat ini. Berikut adalah daftar tempat dalam penggunaan Bahasa Jawa:


Seoul: soh-ul (sê-ul)
Pyongyang: pyongyang
Busan: Pusan

Update terakhir: 20 Oktober 2018

Panduan Nama Tempat: Jepang

Untuk bahasa Jepang, konsonan seperti tsu, dzu, dan fu dapat dialihaksarakan menjadi thu, dhu, hu dalam aksara Jawa. Alih aksara ini juga umum dalam romanisasi Jepang yaitu tu, du, hu. Selain itu, shi dapat ditulis sebagai syi ataupun si. Untuk n dapat ditulis tetap ataupun dirubah menjadi n, ng, dan m. Penulisan sesuai dengan suara lebih diutamakan dengan keringanan untuk tsu, dzu, fu yang variasi pengucapannya juga ditoleransi di Jepang.

Tokyo: Thokyo
Narita: Narithah
Gifu: Gifu (Gihu)
Okinawa: Okinawah

*untuk à seperti biasa ditulis dengan akhiran h menurut aturan transliterasi umum dan pengucapan dalam bahasa Jawa.

Update terakhir: 20 Oktober 2018

Panduan Nama Tempat: Cina

Bahasa Cina saat ini berpusat pada bahasa Mandarin dialek Beijing. Sebelumnya, bahasa Mandarin dialek Nanjing dipergunakan sejak sekitar jaman dinasti Qing hingga jaman RRT awal. Nama tempat pun banyak yang dialihaksarakan menurut dialek Nanjing sejak jaman tersebut oleh para pedagang Eropa.

Secara fonetis, dialek Nanjing ini dianggap lebih jelas dalam segi suara dan pembedaan arti. Salah satu sebabnya ialah perpindahan suara palatalisasi konsonan: g, k, s (k, kh, s) saat bertemu i/y- menjadi j, q, x (c, ch, sy). Sehingga, pembedaan suara dan arti menjadi tidak ada yang sebelumnya keenam konsonan tersebut dibedakan.

Dikarenakan faktor keumuman dan segi fonetis atau mungkin dapat pula semantis, maka penyebutan kota dan tempat di negara Cina umumnya merujuk pada dialek Nanjing ini yang dapat dilihat pada Chinese Postal Map Romanisation. Berikiut adalah daftar tempat di Cina untuk penggunaan dalam bahasa Jawa:

Beijing: Pekking
Nanjing: Nanking
Kanton: Kwangtung

*) beberapa nama tempat menggunakan ejaan bahasa dan dialek lokal lain selain Mandarin dialek Nanjing

Update terakhir: 20 Oktober 2018

Cara Jawa - Jawanisasi/Javanisation

Pada postingan kali ini saya akan membahas mengenai Cara Jawa. Cara Jawa itu ialah perubahan penulisan kosakat asing dalam Aksara Jawa baik secara transliterasi tetap maupun transliterasi rubahan. Biasanya dalam istilah bahasa Internasional (Inggris) alih aksara atau transliterasi disebut sebagai Romanisation yang berarti Peng-Romaan atau Latinisation yang berarti Peng-Latinan. Hal tersebut disebabkan abjad bahasa Inggris yang umum kita pakai ialah Aksara Latin yang merupakan bahasa resmi Romawi.

Nah, seperti transliterasi versi aksara Latin, Cara Jawa juga dibagi menjadi dua yaitu, Cara Jawa têtêg dan Cara Jawa Owah. Cara Jawa Têtêg berarti alih aksara sesuai dengan yang disuarakan dalam kosakata tersebut secara persis.

Contoh:
Paris: Pari
France: Frãs
James: Jeyms
Dsb.

*untuk aksara Jawa dapat melihat Tabel Aksara Jawa penuh di wikipedia
** untuk cara pengubahan dalam tata tulis belum saya buat postingannya

Sementara itu, Cara Jawa Owah ialah alih aksara yang sudah disesuaikan dengan pengucapan lidah Jawa yang umum terutama apabila pengucapan kosakata sulit (tidak lazim) serta kosakata tersebut umum dipergunakan dalam keseharian.

Jjajangmyeon: cajangmyon (ccajangmyòn)
Hangeul: Hangul (Hangül)
Handphone: Henpun (Heyndhfown)
Dsb.

Cara Jawa Owah ini juga termasuk pada penyerapan kosakata yang benar-benar dijawakan sehingga lebih membumi. Dan dikarenakan alih aksara ini tidak memberikan pembedaan yang ditemukan pada kosakata-kosakata asli, dimana dapat menjadi sama saat sudah dirubah suaranya, maka Cara Jawa Owah tidak dipergunakan dalam keperluan yang bersifat akademis, akan tetapi digunakan Cara Jawa Têtêg yang berfungsi menghilangkan ambigu secara fonetis atau suara.

Cara Jawa sangat berguna dalam berbagai bidang. Baik bidang akademis, bidang jurnalisme, maupun bidang lainnya. Nama orang, tempat, judul karya seperti film, dll dapat dituliskan dalam aksara Jawa dan dibaca dengan mudah sesuai dengan pengucapannya. Selain itu dalam lingkungan keilmuan, Cara Jawa berguna dalam penerangan cara pengucapan istilah-istilah khusus seperti nama Latin maupun nama istilah lain.

Cara Jawa sangat berfumngsi sebagai dasar tata eja dalam transliterasi kosakata asing yang akan dipergunakan dalam bahasa Jawa menurut keumuman penggunaan, dll. Sehingga penguasaan akan Cara Jawa sangat penting untuk memahami kosakata secara lebih baik serta untuk penulisan nama-nama atau istilah yang tidak dapat diterjemahkan dalam kosakata bahasa Jawa.



Thursday 18 October 2018

To melt

Ajer

Liquid

Cuweran

Tooth

Wuntu (untu)

Steel

Waja

Metal

Wêsen

Karo (bersama, together with)

Kali ini kita akan membahas kosakata karo. Berasal dari lingga ro. Berdasarkan konteksnya, karo menempati beberapa fungsi.

Aku karo kañcaku bubar dolan.

Ind: Aku dan temanku selesai/habis bermain.
Eng: I am together with my friend finished playing/hanging out .

Aja ngombe karo mlaku.

Ind: Jangan minum sambil berjalan.
Eng: Do not drink while walking.

Aku mangan karo sêga.

Ind: Aku makan dengan nasi.
Eng: I eat with rice. (I eat rice)

Aja mangan nganggo tangan kiwa.

Ind: Jangan makan menggunakan tangan kiri.
Eng: Do not eat with left hand. (using)

Kanggo (untuk, for)

Kali ini kita hendak membahas kosakata kanggo. Berasal dari lingga anggo dan wod go. Arti umum dari kanggo ialah dipergunakan untuk. Namun berdasarkan konteksnya kosakata ini menempati banyak fungsi.

Buku iki kanggo wacan.

Ind: Buku ini untuk bahan bacaan.
Eng: This book is for reading material.

Barang iku ora kanggo.

Ind: Barang itu tidak berguna/terpakai.
Eng: That thing is not used/ is useless.

Kanggomu aku iki apa.

Ind: Bagimu, aku ini apa?
Eng: For you, what am I? (What am I for you?)

*Bentuk madyanya ialah kangge, dan kramanya ialah kagêm.

Tuesday 16 October 2018

Bagaimana cara belajar bahasa jawa?

Pertanyaan di atas sering terlontar dari banyak orang. Bagaimana cara belajar bahasa jawa, tentu saja tidak hanya sekedar bergantung dengan apa yang ada di kelas sekolah saat ini.

Apabila kita tahu, bahasa itu ialah suatu benda yang bergerak. Bahasa menjadi hidup apabila ia digunakan dan hidup bersama kita. Bahasa itu tidak hanya sastra namun juga hidup di sela-sela kita. Apabila kita menggunakan dan berkeinginan menjadikannya seperti napas kita maka akan sulit untuk menguasasi bahasa.

Bahasa Jawa khususnya sudah lama vakum sebagai bahasa kerja sejak berdirinya Negara Indonesia. Lantas apakah maksudnya? Bahasa Jawa layaknya bahasa daerah yang lain menjadi dianggap tidak banyak berfungsi dan tidak berkembang selain menjadi bahasa 'pasar' semata. Pendidikan bahasa lama kelamaan memudar diperburuk dengan 'pelarangan' penggunaan aksara daerah dan penggunaan aksara Latin untuk bahasa daerah segera setelah Indonesia merdeka.

Lalu, setelah tahu bahwa bahasa Jawa sudah lama tidak digunakan dalam bidang formal apalagi bidang keilmuan, bagaimanakah kita menjadikan bahasa Jawa menjadi bahasa yang relevan tanpa merubah esensi dan keunikan dari bahasa Jawa sendiri? Kita dapat melihat melalui bahasa-bahasa lain yang sempat berkembang 'dengan sendirinya' di saat ilmu pengetahuan selaras berkembang di sekitarnya. Ada bahasa-bahasa Asia Timur yang menggunakan kosakata berdasarkan aksara Kanji yang umum dipergunakan selama berabad-abad (termasuk Korea dan Vietnam) dalam menerjemahkan konsep-konsep dan ilmu-ilmu asing menjadi sesuatu yang mudah dipahami tanpa mempelajari tiap kosakata sebagai sesuatu yang bermakna baru ataupun asing. Lalu, bahasa-bahasa di India serta Asia Tenggara yang banyak mempergunakan kosakata Sansekerta selama berabad-abad juga menggunakannya untuk menerjemahkan kosakata baru dari keilmuana baru yang sebelumnya tidak pernah mereka ketahui namun mudah dimengerti melalui kata-kata Sansekerta yang dipadupadankan ke dalamnya. Relevansi bahasa-bahasa di tempat-tempat di atas menjadi selaras akibat penghidupan bahasa dalam mengakomodasi ide-ide dan konsep-konsep pada jaman yang berkembang namun dengan menggunakan kosakata yang sudah umum diketahui selama berabad-abad dan dipadupadankan menjadi terus hidup. Hal tambahnya, bahasa tersebut hidup secara relevan tanpa tergerus jaman dan bahasa lain yang merubah bahasa asli secara tidak alami dan menggeser kosakata lama yang banyak dipergunakan, umum diketahui, serta dapat dipadupadankan.

Lalu selain relevansi dan menghidupkan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari apa lagi? Kita harus memahami setidaknya kosakata ngoko yang ada dalam bahasa Jawa. Kosakata ngoko ialah kosakata dasar yang pasti ada untuk setiap konsep secara umum. Sedangkan kosakata madya dan alus hanya ada pada kosakata tertentu. Apabila ngoko saja masih tercampur dengan kosakata bahasa lain, bagaimanakah kita dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar? Bagaimana kita akan menguasai bahasa Jawa? Jadi kita urutkan prioritas secara bertahap.

Lalu struktur bahasa Jawa yang unik seperti bahasa-bahasa lainnya harus kita pergunakan dan hidup saat kita mempergunakan bahasa Jawa. Caranya ialah kita harus mencelupkan diri atau pikiran kita melalui media-media ekspresi Jawa yang otentik seperti bacaan koran atau majalah di sastra.org, mendengarkan percakapan orang Jawa dipusat-pysat kebudayaan Jawa yang masih kuat dan lain-lain. Sebabtanpa hal ini kita belum benar-benar menguasai bajasa Jawa. Namun, kita harus mengingat prioritas kota secara bertahap. Mana yang kita utamakan dahulu secara persen jumlah dalam tahap-tahap waktu kita belajar.

Jadi untuk mengulas maka yang harus kita pelajari ialah kosakata dan relevansi menerus dalam kehidupan kita, kosakata ngoko, dan struktur kebahasaan yang hidup dan ada dalam bacaan-bacaan atau audio-audio (termasuk yang secara langsuny dari mulut) yang dalam keadaan otentik untuk kita pahami dan gunakan di kehidupan sehari-hari ketika berbahasa Jawa.





Sunday 23 September 2018

Têmbung Silihan

Merupakan kosakata yang dipinjam dari bahasa lain dan digunakan dalam bahasa Jawa. Sedangkan koskata asing yang belum diserap disebut sebagai têmbung mañca. Berikut ini adalah daftar têmbung silihan dalam bahasa Jawa di luar bahasa Sansekerta.

1) Telepisi (Tipi) < televisi < television
2) Telêpun < telephone
3) Henpun < handphone
4) Smatpun < smartphone
5) Kompyuthêr < computer
6) Leptop < laptop
7) Kabêl < kabel < cable
8) Sidhi (CD) < CD
9) Dhifidhi (DVD) < DVD
10) Tustel < tustel
11) Flesdhis < flashdisk
12) Tip < tape
13) Mos < mouse
14) Sipiyu (CPU) < CPU
15) Sêpur < spoor
16) ril < rail
17) Wayfi (wèfi) < wifi

Update terakhir: 24 September 2018

Wednesday 12 September 2018

Pitêmbung Dhasaran - Kosakata Dasar

Postingan ini memuat daftar kosakata dasar yang dipakai dalam bahasa Jawa. Sebagian kosakata mungkin juga diposting pada materi yang lain di blog ini. Untuk bentuk têngahan, alus, dsb. dapat dilihat di kamus yang saya posting di blog. Untuk kosakata penting namun bukan sebagai dasar pemahaman dalam penggunaan bahasa Jawa maka saya masukkan ke dalam ''Pitêmbung Penting - Kosakata Penting''. Berikut adalah daftar kosakata dasarnya.

Mangan = makan
Ngombe = minum
Turu = tidur
Tangi = bangun
Lungguh = duduk
Mlaku = berjalan
Obah = bergerak
Mênêng = diam
Rame = ramai
Nyawang = melihat
Sênêng = senang
Masukabagya = berbahagia
Mabagya = berbahagia
Ngguwang = membuang

Update terakhir: 13 September 2018

Pitêmbung Pênting - Kosakata Penting

Pada postingan ini saya akan mendaftar kosakata penting apa saja yang digunakan dalam bahasa Jawa. Untuk bentuk têngahan, alus, dsb. dapat dibuka di kamus yang saya bahas dipostingan sebelumnya. Berikut adalah daftar kosakatanya.

Murang tata = tidak beradab
Rai gêdheg = muka tembok (konotasi)
Tata = aturan, adab
Adat = aturan adat, kebiasaan
Batur tukon = budak
Pabaturtukon = perbudakan


Update terakhir: 13 September 2018


Monday 10 September 2018

Mañcabrawit

Kosakata adopsi

Mañcabrawit ialah kosakata asing yang telah diserap ke dalam bahasa Jawa oleh karena 'sulit' untuk mendapatkan padanan kata yang diperlukan. Jumlah yang cukup banyak ialah berasal dari bahasa Inggris melalui bahasa Indonesia maupun secara langsung walaupun juga banyak dari bahasa lainnya.

Berikut ini adalah daftar mañcabrawit yang digunakan sehari-hari dalam bahasa Jawa.

1. Telefisi (tifi/tipi) = televisi
2. Radhiyo = radio
3. Kompyuthêr = komputer
4. Kalkulator = kalkulator
5. Internet = internet
6. Intranet = intranet
7. Telêpun = telepon
8. Henpun = telepon genggam (hp)
9. Smatpun = telepon pintar
10. Andhroidh = Android (program)
11. Windhows = windows (program)
12. Offīs = office (program)
13. Lasêr = laser
14. Sêpur = kereta api
15. Ril = rel
16. Pit = sepeda
17. Pit Motor = sepeda motor

Update terakhir: 10 September 2018

Sunday 9 September 2018

Nawabrawit (Neologi)

Nawabrawit atau istilah lainnya adalah neologi (neologisme) secara khusus ialah kosakata baru yany dibuat guna memenuhi kebutuhan ide-ide dan konsep pemikiran baru yang ada dan sesuai dengan perkembangan jaman di mana konsep-konsep tersebut belum pernah ada dalam lingkaran kebahasaan Jawa.

Nawabrawit di sini utamanya ialah yang dibuat dari Sangskrêtabasa atau bahasa Sansekerta. Sementara yany dibuat dari kosakata Jawa asli, biasanya dianggap alami dalam artian tidak memerlukan pemahaman secara khusus dan seakan-akan sudah lama ada dalam bahasa Jawa sehari-hari.

Nawabrawit ini sangat berguna baik untuk umum maupun untuk bidany keilmuan yang memerlukan kosakata untuk menyampaikan ide dan gagasan mereka kepada orang lain dalam bahasa Jawa sehingga meminimalisir penggunaan serapan asing kecuali benar-benar sulit dibuatkan kosakata barunya.

Kelebihan nawabrawit ialah layaknya aksara Han di Cina, Jepang, dan Korea (dalam Hangeul), penggunaan kosakata Sansekerta ini memudahkan intuisi dalam pengartian dan pengingatan suatu kosakata melalui kosakata penyusunnya di mana teknik ini banyak dipakai di negara yang terpengaruh bahasa Sansekerta seperti Thailand, Laos, India, Nepal, Bangladesh, bahkan Indonesia sendiri.

Berikut ialah daftar nawabrawit yang dapat digunakan sehari-hari:

Purwakara = prototipe
Purwawimba = desain
Agamastika = penganut agama
Wegamastika = agnostik
Widewastika = atheist
Dewastika = theist
Jatikaracitra = hologram
Nagarayasa = milik (buatan) pemerintah
Swayasa = swasta
Citawidya = ideologi
Pakriyawiyatan = sekolah kejuruan (vokasi)
Paristiti = lingkungan, alam
Mrastiti = ramah lingkungan
Pariwidya = sains
Waktabasa = bahasa verbal
Awaktabasa = bahasa non verbal
Cihnabrawit = motto, slogan
Dasawasita = polyglot
Pratalakarawidya = geomorfologi
Bumirupawidya = geografi
Pratalawidya = geologi
Brawitkarawidya = morfologi bahasa
Pariwasita = quote
Krosaswara = yel-yel

*)untuk lengkapnya silahkan buka: Bausastra alit jawi blogspot, dan ketik kosakata yang diinginkan di laman pencarian versi web.


Update terakhir: 10 September 2018

Tuesday 10 July 2018

Piwulang 3: mbiyen, saiki, sesuk - dulu, sekarang, besok

Mbiyen, saiki, sesuk - dulu, sekarang, besok

Bahasa Jawa mengenal tiga waktu dasar yaitu mbiyen, saiki, sesuk ditambah mbesuk atau sukmben yang artinya kelak. Kata sukmben lebih banyak dipakai dalam bahasa ucapan.

Mbiyen aku tau menyang rene.
-Dulu aku pernah ke sini.

Saiki usume ora tamtu.
-Sekarang musimnya tidak menentu.

Sesuk arêp padha dolan barêng.
-Besok akan pergi keluar* semua.

Mbesuk yen bisa aku arêp menyang nagara mañca.
-Kelak kalau dapat aku akan (pergi) ke luar negeri.

*Dolan di sini bermakna pergi keluar untuk berjalan-jalan.

Piwulang 2: iki, iku, ika - ini, itu, itu

Iki, iku, ika - ini, itu, itu

Iki = ini
Iku = itu
Ika = itu (jauh)

Omah iki katon jêmbar.
-Rumah ini terlihat luas.

Buku iku rêgane larang.
-Buku itu harganya mahal

Krêtas ika nggone sapa?
-Kertas itu (jauh) milik siapa?

Iki omahe Bu Guru.
-Ini rumahnya Bu Guru.

Iku buku kanggo bubungah.
-Itu buku untuk hadiah.

Ika krêtase ulangan ganitawidya.
-Itu (jauh) kertas ulangan matematika.

Pada percakapan biasa non formal iki, iku, ika = iki, kuwi, kae. Selain itu, pada bahasa tertulis untuk umum ditekankan untuk menggunakan bentuk formal. Bentuk madyanya ialah niki, niku, nika. Sedangkan untuk bentuk krama menggunakan puniki, puniku, punika walaupun dapat diucapkan mêniki, mêniku, mênika.

Piwulang 1: Pitêpang - Perkenalan

Pitêpang - Perkenalan

A: Sugêng têpang. Nami kula A.
B: Sugêng têpang. Nami kula B.
A: Mas* B asalipun saking pundi?
B: Kula saking kutha Y. Manawi pañjênêngan saking pundi?
A: Manawi kula, saking kutha Z

Bahasa Indonesia

A: Salam kenal. Nama saya A
B: Salam kenal. Nama saya B.
A: Mas* B asalnya dari mana?
B: Asal saya dari kota Y. Kalau Anda?
A: Kalau saya, dari kota Z

Penjelasan:

1) Saat bertemu dengan orang asing pertama kali maka umumnya wajib menggunakan bentuk krama terhadap orang lain dikarenakan bersifat formal atau kaku. Seiring waktu apabila sudah semakin kenal dekat maka bentuk tungkat bahasa akan menyesuaikan kebutuhan.

2) Ketika akan menyebut kosakata bagi diri sendiri maka menggunakan kata bukan krama. Nami atau nama adalah bentuk madya dari jênêng. Sedangkan asma dipergunakan terhadap orang lain.

3) Imbuhan -pun dipergunakan dalam tingkat bahasa krama standar. Sedangkan -ne dipergunakan pada tingkat wredakrama oleh orangtua kepada orang muda ataupun pada tingkat bukan krama.

4) Kata manawi dan saking merupakan bentuk krama dari manawa dan saka.

Pitêmbung - kosakata

Taun lair: tahun lahir
Kutha: Kota
Kasênêngan: hobi
Kula: saya
Nami: nama
-Pun: -nya
Saking: dari
Sugêng têpang: salam kenal
Manawi: kalau
Pañjênêngan: Anda
Asal: asal
Nêpangakên sarira: memperkenalkan diri
Pawiyatan: sekolah
Sadulur: saudara
Tiyang sêpuh: orangtua
Nyambut damêl: bekerja
Wontên (+ ing): di
Griya: rumah (saya)
Dalêm: rumah (Anda)
Manggen: bertempat tinggal
Kacamatan: kecamatan
Kalurahan: kelurahan
Kampung: kampung
Gang: gang
Ratan: jalan
Angka: nomer


Monday 9 July 2018

Kamus Bahasa Jawa Online

Bausastra Jawi Kahubung

Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang sangat maju dan memiliki banyak sekali kosakata. Banyak ahli yang mengatakan bahwa apa yang mereka cata hanyalah segelintir kecil dari luasnya jumlah seluruh kosakata yang ada dalam bahasa Jawa.

Namun, kosakata yang mereka kumpulkan umumnya hanyalah kosakata yang dipakai dan dikembangkan hingga tahun sebelum abad 21 ini. Padahal kita sangat membutuhkan kosakata yang lebih luas untuk dipakai pada jaman yang semakin banyak kosakara baru dalam mengimbangi penemuan dan kemajuan umat manusia.

Untuk hal tersebut, saya berusaha membuat kamus Jawa kecil yang berguna untuk membantu kosakata bahasa Jawa yang dipergunakan dalam keseharian kita. Kamus ini berisi juga kosakata baru yang dipergunakan sebagai media penyataan ide dan informasi baru jaman ini yang sebelumnya tidak ada dalam bahasa Jawa namun diperlukan dalam komunilasi saat ini. Kamus ini masih berkembang dan masih terus berkembang mengingat banyaknya kosakata penting bahasa Jawa itu sendiri ditambah dengan kosakata baru yang dibutuhkan akhir-akhir ini. Kedepannya, kamus ini diharapkan dapat membantu para pengguna bahasa Jawa dari banyak jenis kalangan termasuk komunikasi akademis sehingga bahasa Jawa sendiri dapat lebih maju dan sejajar dengan bahasa lain di Eropa dan Asia dalam hal perkembangannya.

Kamus tersebut dilengkapi dengan padanan kata dalam bahasa lain seperti, bahasa Indonesia dan Inggris. Untuk rujukan kata, saya menggunakan wiktionary, old javanese english dictionary, dan sastra org yang memiliki beberapa kamus di dalamnya. Kamus yang saya kembangkan terletak pada alamat: https://bausastrajawialit.blogspot.com/?m=1 . Dan semoga dapat dikembangkan terus dengan baik. Semoga bermanfaat bagi para pengguna bahasa Jawa.

Tuesday 26 June 2018

Kosakata: Sekolah

Pitêmbung: Pawiyatan

Manungsa - Manusia

Ulu Pawiyatan
Wakil Ulu Pawiyatan
Pamulang = profesi pengajar
Guru = guru
Ulu Guru = guru kepala
Murid = siswa
Kangmbak kêlas = kakak kelas
Adhi kêlas = adik kelas
Juru pustaka = penjaga perpustakaan
Juru jaga = Penjaga sekolah (satpam)
Juru kebon = Penjanga sekolah (tinggal)
Panggawe = pegawai staff

Peralatan

Blabag kapur = papan tulis kapur
Blabag spidhol = papan tulis spidol
Garisan = penggaris
Meja tulis = meja sekolah
Buku wulang = buku paket pelajaran
Garapan omah = PR (pekerjaan rumah)
Bolpen = bolpoin
Gunting = gunting
Dhosgrip = tempat pensil
Setip = penghapus
Kretas = kertas
Potelot = pensil
Kursi = kursi

Papan - Tempat

Pasinaon = ruang kelas
Papustakan = perpustakaan
Paturasan = kamar mandi
Papan guru = kantor guru
Pacobagawen = laboratorium
Pasinaon (2) = laboratorium (bahasa, dsj)
Pakumpulan = Aula
Undhak-undhakan = tangga
Lapangan = lapangan
Taman = taman
Parkiran = tempat parkir
Patunggon = lobby
Papan Ulu wiyata = kantor kepala sekolah
Papan panggawe = kantor staff atau T.U
Papanganan = kantin

Piwulang - Pelajaran

Ganitawidya = matematika
Jiwawidya = biologi
Bautiktawidya = fisika
Rasayanawidya = kimia
Wangsabasa = bahasa jawa (suku daerah)
Nagribasa = bahasa Indonesia (nasional)
Basa Inggris = bahasa Inggris
Arta(tata)widya = ekonomi
Kababadan = sejarah
Samajawidya = sosiologi
Manusajatiwidya = antropologi
Bumirupawidya = geography
Artaganitawidya = akuntansi
Ulahraga = olahraga

Liya-liya - lain-lain

Pabiji = ulangan, test
Pabiji pungkasan = tes akhir
Sadwulan = satu semester
Triwulan = setengah semester

Têmbung kriya - Kata kerja

Sinau = belajar
Mulang = mengajar
Nulis = nulis
Maca = membaca
Nggarap = mengerjakan
Nyobagawe = bereksperimen
Kawanan = telat
Mlebu = masuk
Mêtu = keluar
Mangkat = berangkat
Mulih = pulang
Nyelehake = menaruh
Mangan = makan
Omongan = berbicara
Rame = ramai, berisik
Panara = anggota
Kêrtu = kartu
Nyilih = meminjam
Nyilihi = meminjami
Mlayu = berlari
Playon = berlarian
Kurmat = hormat
Leren = istirahat
Ngilaki = menghapus (papan tulis)
Nggarap = mengerjakan
Mbiji = menilai
Nyandhaki = menjawab
Ngêdum = membagi


Thursday 14 June 2018

Tips Latihan Membaca Aksara Jawa

Membaca aksara Jawa terkadang terasa cukup sulit bagi beberapa orang yang kurang terpapar akan aksara Jawa tersebut dalam rentang waktu yang cukup maupun yang tidak mendapatkan sistem belajar yang baik selama di sekolah. Padahal dengam waktu paparan yang cukup dan sistem belajar yang baik, kita dapat membaca aksara Jawa dengan sebaik mungkin. Berikut ini tips-tips yang dapat membantu kita untuk dapat membaca aksara Jawa dengan baik dan lancar.

1.Sering-seringlah membaca aksara Jawa mulai dari satu kalimat biasa hingga satu paragraf pendek.

2.Salinlah aksara Jawa yang anda baca ke dalam kertas tanpa memerdulikan spasi selama belum ketemu tiap-tiap katanya.

3.Apabila ada susunan suku kata yang janggal, dapat dicek kembali apakah penerjemahan suku kata yang ada sudah benar. Bila ragu maka dapat mengecek dengan daftar aksara Jawa yang anda miliki atau pada internet.

4.Perlu dicatat bahwa apabila anda menemui kesulitan pada beberapa titik, bisa jadi hal tersebut disebabkan oleh kurangnya kosakata anda. Maka anda dapat mengecek kamus untuk mencoba memastikan pilahan dan gabungan suku kata yang tidak dimengerti serta banyak-banyak membaca daftar kosakata di waktu lain.

5.Terus semangat melakukan latihan membaca aksara Jawa selalu maka anda akan terbiasa membaca aksara Jawa dengan lebih cepat. Untuk pemahaman kata tentu dikembalikan pada seberapa cukup kosakata yang anda miliki dan tipe bacaan yang anda gunakan untuk latihan.

Demikian tips-tips yang dapat membantu anda dalam membaca aksara Jawa. Dengan demikian, kita dapat lebih percaya diri juga dalam mencoba berkomunikasi secara tertulis baik secara daring ataupun luring dengan menggunakan aksara Jawa. Latihan dan paparan yang cukup sangat membantu proses pemahaman pikiran kita sehingga dalam jumlah waktu yang cukup maka anda akan dengan mudah membaca aksara Jawa.

Tips Aktif dan Produktif dalam Skills Berbahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa dengan jumlah penutur asli terbanyak di dunia. Namun, pada jaman ini dapat kita lihat bahwa orang sudah banyak yang tidak menggunakan skills atau kemampuan dalam berbahasa Jawa dengan baik ataupun maksimal. Sudah cukup lama penulisan menggunaoan bahasa Jawa menurun ditandai dengan pelarangan penulisan aksara Jawa saat jaman Penjajahan Jepang dan di bawah aturan Paska Kemerdekaan mengenai keharusan menulis bahasa daerah dalam aksara Latin, sehingga pemahaman pola pikir bahasa Jawa pun mulai berubah akibat pembatasan ruang gerak dan ekspresi secara virtual)*.

Namun, apakah berarti hal ini akan terus membuat semuanya terhenti saja di jaman modern ini? Kita yang terlahir di jaman yang banyak memakai aksara Latin bahkan sejak kita kecil masih dapat menghidupkan skill bahasa daerah kita. Mulai dari menulis artikel, blog, jurnal, bahkan cerita mulai dari cerpen hingga novel sebagai wadah bagi pengembangan dan penghidupan bahasa Jawa itu sendiri dan untuk kalangan mereka yang ada di dalam lingkaran berbahasa Jawa ini (pengguna dan pelajar).

Namun, telah banyak kritik dan koreksi akan pengaruh atau gangguan kebahasaan dari luar yang mempengaruhi cara kerja atau pola pikir dalam lingkaran berbahasa Jawa itu sendiri seperti, pemakaian pola kalimat, pembentukan kosakata, analogi yang salah, dll.

Lalu apa yang dapat kita lakukan? Hal-hal yang dapat kita lakukan adalah dengan membiasakan diri terhadap pola-pola dan atmosfer bahasa Jawa itu sendiri. Dikarrnakan sulitnya mendapat paparan hidup maka kita dapat beralih ke paparan lain yaitu media tertulis. Salah satu yang dapat membantu kita ialah dengan membaca artikel-artikel lama yang masih cukup relevan dalam konteks pola-pola bahasa Jawa di www.sastra.org. (Yap, membaca saja secara rutin seperti jaman kita sekolah does really help!)

Sambil kita membaca dan masuk (immerse) ke dalam dunia atau atmosfer bahasa Jawa yang masih baik, kita juga dapat terus menulis dan mempergunakan skill kita melalui media apapun sambil terus berkembang dan berkembang menjadi lebih baik seiring waktu.

Demikanlah saran untuk membantu kita memperkuat kemampuan dan penggunaan skill berbahasa Jawa kita. Terus simak tips-tips lainnya yang bermanfaat di blog ini!

Saturday 9 June 2018

Tingkat Tutur Bahasa Jawa


Tingkat Tutur Bahasa Jawa

✳ Salah satu ciri obyektif bahasa Jawa ialah bahwa basa Jawa memiliki tingkat tutur yang cukup canggih dan rapi. Yang dimaksud dengan tingkat tutur atau undha usuk atau speech level adalah suatu sistem kode (kebahasaan) yang menyampaikan variasi rasa hormat atau kesantunan yang memiliki unsur kosa kata tertentu, aturan sintaktis tertentu, aturan morfologis dan fonologis tertentu (Soepomo, 1979:8-9). Setiap kosakata bahasa Jawa memiliki variasi bentuk morfologis yang menunjukkan tingkat rasa hormat atau kesopanan, ada tingkat halus dan tidak halus (kasar) yaitu tingkat Ngoko (Ng), Madya (M), dan Krama (K).


❇ Menurut bentuknya, secara garis besar (kerangka luar) tingkat tutur bahasa Jawa dibagi menjadi 5 tingkatan, yaitu:
1.Basa Ngoko (informal - akrab)
2.Basa Madya (semi formal - cukup akrab, tidak kaku)
3.Basa Krama (formal - kaku)
4.Basa Kedaton atau Bagongan (keraton)
5.Basa Kasar

✳ Kelima tingkat tutur tersebut secara rinci (tingkat kehalusan dan derajat) semuanya dibagi menjadi 13 tingkat, yaitu: 

1. ngoko lugu,
2. ngoko andhap antya basa,
3. ngoko andhap basa antya,

4. madya ngoko,
5. madyatara,
6. madyakrama,

7. wredakrama
8. kramantara,
9. mudakrama
10. krama inggil

11. krama desa,
12. basa kedaton atau bagongan, dan
13. basa kasar.



Tabel Pembagian dalam Tiga Kerangka Utama

🌺 Masing-masing rincian di atas hanya berbeda sedikit selama masih memiliki bentuk kerangka bahasa yang sama. Selain itu, secara umum tiap kerangka bahasa dibagi menjadi tiga rincian yaitu alus, madya (tengahan), dan lugu (dasar/biasa). 

⭐ Krama desa adalah krama sederhana yang tidak dipisahkan serta tidak jelas aturan atau susunannya secara terikat dan biasa digunakan di daerah pelosok atau pedesaan.

🌺 Lalu, ada tambahan jenis basa Krama Andhap (humble language) yang hanya digunakan kepada penutur (orang pertama) dalam keadaan formal atau saat kita menggunakan suatu krama terhadap orang lain, jika kita hendak bersikap rendah hati. Karena Krama Andhap bersifat rendah hati (humble) maka hanya dapat digunakan oleh orang pertama (yang bersangkutan) dan tidak dapat digunakan untuk orang lain, dimana melalui bahasa (register) ini kita memposisikan diri lebih rendah secara hati dan memposisikan lawan bicara seolah-olah kita lebih hormati atau tinggikan. 

⭐ Karena itulah bahasa ini dapat dipergunakan untuk berbicara dengan tamu secara halus, pelayan toko atau restoran terhadap pembeli, dan sebagainya agar terasa lebih lembut dan halus daripada menggunakan jenis krama lain kepada diri sendiri. Krama Andhap ialah bentuk Mudakrama dengan memperhalus atau merendahkan beberapa kosakata seperti kata kerja, kata benda, dan kata ganti yang merujuk atau ditujukan kepada pembicara (orang pertama).

🌺 Untuk memelajari tingkatan basa Jawa, maka yang paling dasar untuk dipelajari dan lebih sering dipakai ialah Ngoko Lugu, Madyantara, dan Mudakrama. Apabila sudah memahami ketiganya maka bentuk pengembangan dari kerangka Ngoko, Madya, dam Krama yang merupakan kerangka pokok akan lebih mudah dipelajari.

🌺 Ingat! Kerangka adalah dasar bentuk dari bahas Jawa melalui partikel tata bahasa yang digunakan sebagai ciri utama dan bersifat relatif tetap pada kerangka yang sama. Sedangkan, tingkatan bahasa adalah pengembangan rinci dari kerangka tersebut melalui kosakata selain partikel tata bahasa ke dalam jenis Lugu, Têngahan, atau Alus (3 jenis ekspresi).

Alternatif pembagian tingkatan tutur:

1. Ngoko lugu
2. Ngoko alus/inggil

3. Madya lugu
4. Madyantara
5. Madya alus/inggil

6. Wredakrama (alus)
7. Kramantara (alus)
8. Mudakrama (campuran inggil)
9. Krama Inggil (sampeyan dalêm)

Undhajining têmbung:

1. Lugu untuk Ngoko lugu, Madya lugu, madyantara

2. Alus untuk Ngoko alus, madya alus, wredakrama, kramantara

3. Inggil untuk Ngoko Inggil, Madya Inggil, mudakrama, krama inggil


Baca juga Warangka vs Undhajining Têmbung:

💛 Ngoko Lugu
Basa Ngoko Lugu merupakan tataran bahasa yang paling rendah dalam tingkat tutur bahasa Jawa. Tidak menggunakan kosakata krama. 

⭐ Kegunaannya, yaitu:
· Orang yang lebih tua kepada orang yang lebih muda, terutama anak-anak.
· Pembicara berderajat sama atau sudah benar-benar akrab
· Orang berpangkat tinggi kepada bawahannya
· Anak kecil dan temannya
· Berbicara kepada sendiri

⭐ Contoh: 

B = Bapa A = Anak

B: "Lho, kowé Di. Wayah apa tekamu? Rak ya padha slamet ta?" (Basa Ngoko Lugu)

A: "Pangèstunipun Bapak, wilujeng. Kalawau énjing jam 9 anggèn kula dumugi ngriki". (Basa Krama)

• Sapa sing methuk tamu ana ing stasiun Gubeng? (Siapa yang menjemput tamu di stasiun Gubeng?)
• Aku arep menyang pasar. (Saya mau pergi ke pasar)

• Adhiku arep ditukokke wedhus (Adikku akan dibelikan kambing)

⭐ Ngoko Andhap dipergunakan oleh siapa saja yang sudah akrab, namun masih memiliki rasa hormat atau segan. Ngoko Andhap dibagi menjadi dua yaitu, Antya Basa (tengahan) dan Basa Antya (alus).

💛 Antya Basa
Ngoko Andhap Antya Basa yaitu Basa Ngoko yang mengandung kosakata Krama Inggil dengan tujuan menghormati mitra bicara atau pihak ketiga yang diperbincangkan walaupun menggunakan kerangka Ngoko. 

⭐ Dipergunakan pula oleh pembicara yang lebih tua kepada mitra bicara yang statusnya lebih tinggi, apabila sudah saling akrab serta antar priyayi yang sudah saling kenal dan akrab.

⭐ Ciri umum
· Kata ganti: aku, tidak berubah
· Kata ganti: kowé, untuk memberi rasa hormat berubah menjadi: panjenenganmu, ki raka, kangmas, seliramu
· Imbuhan dak-, ko-, di- dan akhiran -ku, -mu, -é, -aké tidak berubah.
· Kecuali kata yang ditujukan kepada mitra bicara, maka umumnya tetap berbentuk ngoko.
· Kata keterangan tetap berbentuk ngoko.

⭐ Contoh:

A "Ora, kangmas ki suwé ora ngetingal-ngetingal (Inggil) iku tindak ngendi?"
(Tidak, kakak laki-laki ini kok lama tidak TERLIHAT pergi ke mana?)

B; "Wah, adhimas ki rada ngécé. Genah wis pirsa (Inggil) baé kok mundhut pirsa (Inggil). Prèèn-prèèn mesthi baé nanjakaké prèèné. Ya iku menyang Jakarta".
(Wah, adik laki-laki ini sedikit mengejek. Jelas sudah TAHU saja kok BERTANYA. Liburan pasti memaksimalkan liburannya. Yaitu pergi ke Jakarta)

• Apa wingi seliramu (Kangmas) sida tindak (Inggil) menyang Ngayogya?
(Apa kemarin kamu jadi PERGI ke Jogja?)

• Wulan Nopember iki seliramu (Mbakyu) tak aturi rawuh (Inggil) ing konggres Basa Jawa ing Surabaya.
(Bulan November ini kamu saya undang DATANG ke kongres Bahasa Jawa di Surabaya)

• Adiku arep dipundhutke (Inggil) wedhus ta, Pak.
(Adikku akan DIBELIKAN kambing ya pak?)

 Aku arep melu yen Simbah tindak mrana.
(Aku akan pergi kalau nenek/kakek PERGI ke sana)

💛 Basa Antya
Basa Antya hampir sama dengan Antya Basa dengan sedikit perbedaan yaitu, kosakata yang lain dapat juga ditambah dalam bentuk krama. Namun. kerangka besar tetap berbentuk ngoko terutama pada imbuhan dan partikel bahasa.

⭐ Contoh:

"Dak arani sliramu dhèk mau bengi saèstu mriksani ringgit (Inggil) ana ing dalemé (Inggil) Pak Lurah. Gèk lampahé baé apa ya dhimas, teka gamelané sedalu (Inggil) natas ngungkung baé, ora ana pedhot-pedhoté".

• Jare mriksani (Inggil) kethoprak, saiki tindak (Inggil) menyang endi?
Wah, mau esuk tindak (Inggil) kantor, sore iki ngrawuhi pepanggihan (Inggil) ana ing RT.
• Adhiku arep dipundhutke menda (Inggil) ta Pak
 Aku arep melu yen Simbah tindak mrika (Inggil).

💚 Madya Ngoko
Basa Madya Ngoko menggunakan kosakata Madya tanpa Krama dan  dicampur dengan kosakata ngoko apabila tidak memiliki bentuk madya (tengahan). Dibandingkan bentuk Madyantara, bentuk ini memiliki lebih banyak kosakata Ngoko bergantung kepada lawan bicara. 

⭐ Dapat dipergunakan oleh sesama teman, pembicara dan mitra bicara memperlakukan pembicara sederajat, misalnya antar pedagang (bakul). Tingkat tutur ini juga dipakai antara atasan kepada bawahan, priyayi kepada bawahan (rewang) dalam suasana akrab atau tidak resmi dan santai. 

⭐ Kerangka berbentuk Madya, dengan kosakata madya dan ngoko.

⭐ Ciri umum:
· Aku, menjadi kula
· Kowé, menjadi (n)dika
· Ater-ater tak- menjadi kula
· Ater-ater ko- menjadi dika
· Ater-ater di- tidak dirubah

⭐Contoh:

A: "Pundi woh-wohané sing (Ngoko) becik-becik punika?"
B: "Niku napa kirang becik?"

• Ndika wayah ngeten kok lunga (ngoko) teng pasar.
• Kula ajeng mantuk/bali (ngoko) riyin.

💚 Madyantara
Madya Antara: the same as madya krama except that no krama inggil references are used.
Basa Jawa Madyantara menggunakan kosakata krama untuk kata yang ditujukan kepada mitra bicara. 

⭐ Dipergunakan pembicara kepada mitra bicara yang lebih muda atau yang mempunyai derajat yang lebih rendah. Seorang priyayi apabila berbicara dengan saudara yang lebih muda atau  berbicara dengan priyayi lain yang sederajat dan telah akrab dapat memilih tingkat tutur ini.

⭐ Ciri umum:
· Aku, menjadi kula
· Kowé, menjadi sampéyan, samang, atau kang slira.
· Ater-ater tak-, menjadi kula
· Ater-ater ko-, menjadi samang, mang
· Ater-ater di-, tidak dirubah

⭐ Contoh:

Sampeyan napa nduwe perlu wigati (krama) kok gita-gita?
Kang slira saiki nyambut gawe ana ngendi?

💚 Madya Krama
Madya Krama: middle krama, using madya (alus) word where they are available, otherwise using krama. Ngoko affixation and krama Inggil references where appropriate.
Madya Krama memiliki beberapa perbedaan dengan bentuk Madyantara yaitu beberapa imbuhan berubah menggunakan bentuk Madya. Beberapa kosakata krama dipergunakan untuk menghormati mitra bicara.

⭐ Dipergunakan untuk menghormati orang lain, tetapi sifatnya sementara, dengan suasana yang lebih akrab serta tidak kaku atau resmi.

⭐ Ciri umum:
· Kata ganti aku berubah menjadi kula
· Kowé, menjadi sampéyan, samang
· Ater-ater tak-, menjadi kula
· Ater-ater ko-, menjadi samang, mang
· Panambang -ku, menjadi kula
· Panambang -mu, menjadi sampéyan, samang
· Panambang -e, -ake tidak dirubah

⭐ Contoh: 
(A menggunakan basa madya ngoko, B menggunakan basa madya krama).
A: "É, Yu nggéndhong lurik, ndika mandheg sedhéla".
B: "Napa, ajeng tumbas (krama)?"
A: "Wong ngendheg nèk boten ajeng tuku ajeng napa?"
B: "Engga ta mang milih. Dagangan kula saé-saé (krama)".


• Wanci ngeten kok sampun kondur (krama), napa empun rampung padamelan (krama) sampeyan?


Untuk Madya, baca juga:
https://x.com/NNBJawaofficial/status/1710622737386062250?s=20


💜 Wredha Krama
Wredakrama: slightly less formal variety of kramantara, using occasional ngoko affix nad less exalted pronouns of you. It is a style used when speaking to someone socially lower but with whom ngoko would be awkward.
Wredha Krama merupakan basa Krama lugu (polos) sehingga tidak sedikitpun mempergunakan campuran kosakata Inggil. Imbuhan tertentu masih berbentuk Ngoko dan tidak menggunakan kata ganti panjenengan. 

⭐ Dipergunakan oleh orang tua kepada anak muda dalam suasana formal, tidak akrab.

⭐ Ciri umum:

· Imbuhan di-, -e, -ake tidak dirubah
· Kata ganti aku, kowé, dan imbuhan dak-, ko-, berubah menjadi kula- dan sampeyan-.

⭐ Contoh:
(A menggunakan basa Wredha Krama, B menggunakan basa Mudha Krama)
A: "Pinten lélangané kapal kalih punika?"
B: "Kula nun, kawan belah, dèrèng presèn tuwin wragading lampah".
A: "Dados boten kirang kawan atus resiké?"
B: "Manawi".
A: "Punapa mulus boten wonten ciri?"
B: "Ingkang satunggal mulus, satunggalipun ciri suduk".
A: "Inggilé punapa jangkep kawan kaki?"
B: "Namung kirang sadim".


• Kados pundi nak, rembag bab kemajengane nagari ing parlemen?
 Mangga kaaturan pinarak, wong katingale sampun sayah.

💜 Kramantara
Kramantara (krama lumrah): ordinary krama i.e the same as mudha krama but without the krama inggil references.
Basa Kramantara merupakan basa Krama yang lebih halus daripada Wredakrama. 

⭐ Krama ini merupakan bentuk yang umum dapat digunakan untuk penutur yang berderajat sama di tempat umum atau oleh penutur yang memiliki status sosial yang lebih tinggi, tidak pada tempat umum. 

⭐ Bentuk tuturannya adalah krama, dengan awalan dan akhiran krama. 

 ⭐ Ciri umum:
· Aku, menjadi kula
· Kowé, menjadi sampéyan 
· Ater-ater dak-, menjadi kula
· Ater-ater di-, menjadi dipun-
· Panambang -ku, menjadi kula
· Panambang -mu, menjadi sampéyan
· Panambang -é, menjadi ipun
· Panambang -aké, menjadi aken

⭐ Contoh:
(Keterangan: A menggunakan basa Kramantara, B menggunakan basa Mudha Krama)

A: "Dhateng kula punika manawi pun adhi suka, kula nedha (nyilih) nyambut gadhahan sampéyan gangsa klenèngan".
B: "Kagem ing damel punapa teka kadingarèn mawi mundhut klenèngan".
A: "Anu, keng (madya/netral) mbakyu nyetauni putu, kemaruk sampun lungsé saweg gadhah putu sapunika".
B: "Ingkang kapundhut sléndro punapa pélog?"
B: "Kalih pisan kémawon, mangké yèn (ngoko/netral) namung salah satunggal mindhak damel cuwaning tamu"

Sampeyan punapa sampun mlebet dados anggotanipun partai politik, partai punapa?

💜 Mudha Krama
Tingkat Muda krama dipakai oleh orang muda yang berbicara kepada orang tua, murid kepada guru, atau antar teman kepada teman yang belum akrab. Bersifat sangat menghormati mitra bicara. Berbentu kerangka krama, kosakata krama inggil .

⭐ Dipergunakan untuk mitra bicara, awalan dan akhiran dalam bentuk krama.

⭐ Ciri umum:
· Aku, menjadi kula
· Kowé, menjadi panjenengan, sampéyan, panjenenganipun kangmas, panjenenganipun bapak/ibu, profesi, gelar, dll
· Ater-ater dak-, menjadi kula
· Ater-ater ko-, menjadi dipun
· Panambang -ku, menjadi kula
· Panambang -mu, menjadi panjenengan, sampéyan
· Panambang -é, menjadi -ipun
· Panambang -aké, menjadi aken

⭐Contoh:

(A dan C menggunakan Mudha Krama, B menggunakan ngoko)

A: "Bapak, punika wonten tamu. Sajakipun priyantun (Inggil) tebih".
B: "Ana tamu. Aturana lenggah dhisik. Tak salin sedhéla".
B: "É déné kowé, tak arani dhayoh saka ngendi".
C: "Inggih, temtunipun damel kagèt panjenenganipun bapak (Inggil) sekaliyan. Tiyang kula, boten ngaturi serat rumiyin".

• Lho kok, kang Mas, panjenengan punapa saestu (Inggil) tindak dhateng rapat, nitih sepeda motor punapa becak?
 Simbah dereng rawuh (Inggil) sapunika.

💜 Krama Inggil
Dipakai dalam pembicaraan oleh orang yang tinggi status sosialnya, karena asal-usulnya dan karena jabatannya; bila yang diajak bicara lebih tua umurnya dari yang berbicara. Tingkat ini untuk menunjukkan rasa hormat yang tinggi, segan, dan mungkin juga takut kepada yang diajak bicara. 

⭐ Antara lain dapat dipakai oleh: bawahan kepada atasan, priyayi alit kepada priyayi ageng, orang muda kepada orangtua kandung maupun orang yang lebih tua. 

⭐ Kosakata yang dipergunakan Inggil dengan beberapa kosakata khusus yang membedakan dengan Mudha Krama.

⭐ Ciri umum:
· Aku menjadi kawula, abdidalem kawula, atau kawula dalem
· Kowé menjadi panjenengan dalem atau nandalem 
· Akhiran mu menjadi kagungan dalem
· Khusus untuk menyebut Raja dapat juga menggunakan Sampeyan Dalem

⭐ Contoh:

Nyuwun duka Gusti, kala wingi kawula dalem mboten saged ndherekaken tindak dalem, awit anakipun kawula dalem saweg sakit sanget.
 Kagungan Dalem napa sampun dipunparingaken?

💜 Krama Andhap
Bentuk Krama jenis apapun yang didalamnya mengunakan kosakata Andhap kepada dirinya sendiri sehingga bersifat lebih merendah atau rendah hati. Krama Andhap terutama banyak menggunakan struktur Mudakrama. 

⭐ Krama Andhap hanya dipergunakan oleh penitur merujuk kepada dirinya sendiri atau orang pertama.

⭐ Contoh:
(B dan Z menggunakan Krama Andhap)
A: Dalemipun (Inggil) panjenengan pundi nggih?
B: Griyanipun (krama/andhap) dalem (adalem) celak kalih Bengawan Sala.
Y: Kowe wis mangan ta?
Z: Sampun nedhi (krama/andhap) kalawau.

⭐ Bila tidak menjadi Krama Andhap maka menggunakan kosakata nedha (madya) walaupun dalam kerangka Krama untuk merujuk diri sendiri.

❤ Krama Désa
Biasanya tingkat krama deso dipakai dalam komunikasi oleh orang desa yang tidak memahami sistem tingkat tutur atau kaidah bahasa krama. Kosakata dijadikan krama karena ingin menunjukkan rasa hormat kepada orang yang diajak bicara. Kosa kata yang menunjukkan tempat dan nama sering dijadikan krama. 

⭐ Misalnya Gunung Kidul menjadi ’Redi Kidul’, Boyo lali menjadi Boyo kesupen, Sawahan menjadi ’Sabinan’. Sering juga kata bagi orang pertama (penutur) dijadikan krama, karena tidak memahami larangan tersebut. 

⭐ Bentuk tingkat tutur ini adalah: krama, krama desa, kadang menggunakan atau mencampurkan kosakata krama inggil.

⭐ Ciri umum:
· Aku menjadi kula
· Kowé menjadi sampéyan
· Ater-ater dak- menjadi kula
· Ater-ater ko- menjadi sampéyan
· Ater-ater di- menjadi dipun

⭐ Contoh:

• Sampeyan punapa kresa mundhut sawo kagungan kula piyambak?
• Kula badhe tindak (Inggil) dateng sabinan methuk simbah.
• Punapa panjenengan saking Medunten (Madiyun)?

❤ Basa Kedaton
Basa kedaton atau basa bagongan adalah bahasa khusus yang dipakai oleh anggota kerajaan dan para pembantu (abdi dalem) bila ada pertemuan atau dalam percakapan di lingkungan kerajaan. Kata-kata yang termasuk basa kedaton antara lain manise/manira (aku), pukulun (kowe), jengandiko (kowe), enggih, punapi, boya (ora), seto (doyan), darbe (duwe), besaos (bae). Banyak kosakata yang bahkan tidak umum digunakan dalam masyarakat umum, kosakata Sansekreta, dan kosakata Jawa Kuna. 

⭐ Namun, apabila hendak berbicara kepada Raja atau keluarga kerajaan, menggunakan campuran kosakata krama Inggil.

⭐ Contoh:

Pakenira mekaten ampun boya kekirangan punapa-punapi, bebasan kantun dhahar lan tilem besaos.

* Basa kasar
Basa Kasar dipakai oleh pembicara yang merendahkan mitra bicara atau orang lain. Basa Jawa Kasar juga dipakai oleh pembicara yang marah, emosional. Bentuk basa kasar ialah Ngoko dengan menggunakan kata-kata kasar dan kotor.

⭐ Contoh:

• Yen kowe ora njegos, wis minggata kana.

♥♥♥

👀 Hal-hal yang perlu kita perhatikan, yaitu:
1.Kita tidak boleh melebihkan diri atas mitra bicara dalam setiap kosakata kita.

2.Apabila menggunakan Krama apapun, bahkan Mudakrama dan Krama Inggil kita harus menggunakan kosakata Madya, Andhap, atau netral untuk diri kita sendiri (orang pertama).

3.Apabila kita menggunakan kosakata Andhap pada diri kita maka kita memutuskan untuk bersikap rendah hati atau merendah dibandigkan lawan bicara. Tidak peduli tua atau muda dan jabatan.

4.Krama Inggil hanya digunakan orang muda kepada orang yang lebih tua, terlebih dari keluarga sendiri dan oleh bawahan kepada atasannya.

👀 Poin-poin lain yang perlu dicermati, yaitu:

1. Kesantunan berbahasa merupakan cerminan unggah-ungguh penuturnya.

2. Orang yang tahu unggah-ungguh, yang memiliki sopan santun, akan sangat berhati-hati dalam memilih tingkat tutur yang tepat. Tingkat tutur yang dipilih mencerminkan rasa ekuh pekewuh kepada orang yang diajak bicara dan yang dibicarakan.

3. Dewasa ini banyak orang Jawa yang sudah melemah kesadaran akan jati dirinya sebagai orang Jawa. Kesadaran untuk ber’basa’ yang baik semakin melemah.

4. Bahasa yang dipakai dalam bermasyarakat sudah tidak mencerminkan ‘rasa tepa selira, andhap asor, empan papan’.
Holmes (2001:61) mengatakan "Language shift tends to be slower among communities where the minority language is highly valued”. Dengan demikian bahasa Jawa tidak mudah tergeser oleh bahasa manapun yang lebih besar bila bahasa Jawa dihargai oleh penuturnya. Holmes juga mengatakan “When the language is seen as an important symbol of ethnic identity, it is generally maintained longer”. Bahasa Jawa juga akan dipelihara oleh masyarakat Jawa bila bahasa Jawa dipandang sebagai simbol identitas etnik mereka. Dengan demikian mati hidupnya bahasa Jawa tergantung pada generasi sekarang dan yang akan datang. Generasi muda adalah pewaris budaya leluhurnya. Merekalah yang mempunyai kewajiban untuk melestarikan bahasa Jawa termasuk budayanya. Bila mereka bersikap positif, memiliki kesadaran berbahasa Jawa yang tinggi dan akrab dengan bahasa Jawa mereka akan terampil berbahasa Jawa. Dengan demikian, nilai-nilai kemanusiaan dan budaya yang terkandung dalam bahasa Jawa dan terwujud dalam tingkat tutur yang ada akan tetap lestari.

💟 Marilah kita melestarikan unggah-ungguh basa Jawa dan mengajarkan tingkat tutur basa Jawa kepada generasi muda, di keluarga, di sekolah dan di lembaga pendidikan lain karena dengan mengajarkan ’basa’ yang baik, kesantunan dan kecintaan akan nilai-nilai kesantunan tertanam pada diri mereka. Demikian.

⭐ Daftar Pustaka:
1.http://wiedpatikraja.blogspot.com/2010/04/unggah-ungguh-basa-jawa.html?m=1
2.http://bayuriyantoxiia2.blogspot.com/2012/11/unggah-ungguh-basa-jawa-unggah-ungguh.html?m=1
3.https://jv.m.wikipedia.org/wiki/
4.https://ki-demang.com/kbj5/index.php/makalah-kunci/1132-09-tingkat-tutur-bahasa-jawa-wujud-kesantunan-manusia-jawa/