Saturday 9 June 2018

Tingkat Tutur Bahasa Jawa


Tingkat Tutur Bahasa Jawa

✳ Salah satu ciri obyektif bahasa Jawa ialah bahwa basa Jawa memiliki tingkat tutur yang cukup canggih dan rapi. Yang dimaksud dengan tingkat tutur atau undha usuk atau speech level adalah suatu sistem kode (kebahasaan) yang menyampaikan variasi rasa hormat atau kesantunan yang memiliki unsur kosa kata tertentu, aturan sintaktis tertentu, aturan morfologis dan fonologis tertentu (Soepomo, 1979:8-9). Setiap kosakata bahasa Jawa memiliki variasi bentuk morfologis yang menunjukkan tingkat rasa hormat atau kesopanan, ada tingkat halus dan tidak halus (kasar) yaitu tingkat Ngoko (Ng), Madya (M), dan Krama (K).


❇ Menurut bentuknya, secara garis besar (kerangka luar) tingkat tutur bahasa Jawa dibagi menjadi 5 tingkatan, yaitu:
1.Basa Ngoko (informal - akrab)
2.Basa Madya (semi formal - cukup akrab, tidak kaku)
3.Basa Krama (formal - kaku)
4.Basa Kedaton atau Bagongan (keraton)
5.Basa Kasar

✳ Kelima tingkat tutur tersebut secara rinci (tingkat kehalusan dan derajat) semuanya dibagi menjadi 13 tingkat, yaitu: 

1. ngoko lugu,
2. ngoko andhap antya basa,
3. ngoko andhap basa antya,

4. madya ngoko,
5. madyatara,
6. madyakrama,

7. wredakrama
8. kramantara,
9. mudakrama
10. krama inggil

11. krama desa,
12. basa kedaton atau bagongan, dan
13. basa kasar.



Tabel Pembagian dalam Tiga Kerangka Utama

🌺 Masing-masing rincian di atas hanya berbeda sedikit selama masih memiliki bentuk kerangka bahasa yang sama. Selain itu, secara umum tiap kerangka bahasa dibagi menjadi tiga rincian yaitu alus, madya (tengahan), dan lugu (dasar/biasa). 

⭐ Krama desa adalah krama sederhana yang tidak dipisahkan serta tidak jelas aturan atau susunannya secara terikat dan biasa digunakan di daerah pelosok atau pedesaan.

🌺 Lalu, ada tambahan jenis basa Krama Andhap (humble language) yang hanya digunakan kepada penutur (orang pertama) dalam keadaan formal atau saat kita menggunakan suatu krama terhadap orang lain, jika kita hendak bersikap rendah hati. Karena Krama Andhap bersifat rendah hati (humble) maka hanya dapat digunakan oleh orang pertama (yang bersangkutan) dan tidak dapat digunakan untuk orang lain, dimana melalui bahasa (register) ini kita memposisikan diri lebih rendah secara hati dan memposisikan lawan bicara seolah-olah kita lebih hormati atau tinggikan. 

⭐ Karena itulah bahasa ini dapat dipergunakan untuk berbicara dengan tamu secara halus, pelayan toko atau restoran terhadap pembeli, dan sebagainya agar terasa lebih lembut dan halus daripada menggunakan jenis krama lain kepada diri sendiri. Krama Andhap ialah bentuk Mudakrama dengan memperhalus atau merendahkan beberapa kosakata seperti kata kerja, kata benda, dan kata ganti yang merujuk atau ditujukan kepada pembicara (orang pertama).

🌺 Untuk memelajari tingkatan basa Jawa, maka yang paling dasar untuk dipelajari dan lebih sering dipakai ialah Ngoko Lugu, Madyantara, dan Mudakrama. Apabila sudah memahami ketiganya maka bentuk pengembangan dari kerangka Ngoko, Madya, dam Krama yang merupakan kerangka pokok akan lebih mudah dipelajari.

🌺 Ingat! Kerangka adalah dasar bentuk dari bahas Jawa melalui partikel tata bahasa yang digunakan sebagai ciri utama dan bersifat relatif tetap pada kerangka yang sama. Sedangkan, tingkatan bahasa adalah pengembangan rinci dari kerangka tersebut melalui kosakata selain partikel tata bahasa ke dalam jenis Lugu, Têngahan, atau Alus (3 jenis ekspresi).

Alternatif pembagian tingkatan tutur:

1. Ngoko lugu
2. Ngoko alus/inggil

3. Madya lugu
4. Madyantara
5. Madya alus/inggil

6. Wredakrama (alus)
7. Kramantara (alus)
8. Mudakrama (campuran inggil)
9. Krama Inggil (sampeyan dalêm)

Undhajining têmbung:

1. Lugu untuk Ngoko lugu, Madya lugu, madyantara

2. Alus untuk Ngoko alus, madya alus, wredakrama, kramantara

3. Inggil untuk Ngoko Inggil, Madya Inggil, mudakrama, krama inggil


Baca juga Warangka vs Undhajining Têmbung:

💛 Ngoko Lugu
Basa Ngoko Lugu merupakan tataran bahasa yang paling rendah dalam tingkat tutur bahasa Jawa. Tidak menggunakan kosakata krama. 

⭐ Kegunaannya, yaitu:
· Orang yang lebih tua kepada orang yang lebih muda, terutama anak-anak.
· Pembicara berderajat sama atau sudah benar-benar akrab
· Orang berpangkat tinggi kepada bawahannya
· Anak kecil dan temannya
· Berbicara kepada sendiri

⭐ Contoh: 

B = Bapa A = Anak

B: "Lho, kowé Di. Wayah apa tekamu? Rak ya padha slamet ta?" (Basa Ngoko Lugu)

A: "Pangèstunipun Bapak, wilujeng. Kalawau énjing jam 9 anggèn kula dumugi ngriki". (Basa Krama)

• Sapa sing methuk tamu ana ing stasiun Gubeng? (Siapa yang menjemput tamu di stasiun Gubeng?)
• Aku arep menyang pasar. (Saya mau pergi ke pasar)

• Adhiku arep ditukokke wedhus (Adikku akan dibelikan kambing)

⭐ Ngoko Andhap dipergunakan oleh siapa saja yang sudah akrab, namun masih memiliki rasa hormat atau segan. Ngoko Andhap dibagi menjadi dua yaitu, Antya Basa (tengahan) dan Basa Antya (alus).

💛 Antya Basa
Ngoko Andhap Antya Basa yaitu Basa Ngoko yang mengandung kosakata Krama Inggil dengan tujuan menghormati mitra bicara atau pihak ketiga yang diperbincangkan walaupun menggunakan kerangka Ngoko. 

⭐ Dipergunakan pula oleh pembicara yang lebih tua kepada mitra bicara yang statusnya lebih tinggi, apabila sudah saling akrab serta antar priyayi yang sudah saling kenal dan akrab.

⭐ Ciri umum
· Kata ganti: aku, tidak berubah
· Kata ganti: kowé, untuk memberi rasa hormat berubah menjadi: panjenenganmu, ki raka, kangmas, seliramu
· Imbuhan dak-, ko-, di- dan akhiran -ku, -mu, -é, -aké tidak berubah.
· Kecuali kata yang ditujukan kepada mitra bicara, maka umumnya tetap berbentuk ngoko.
· Kata keterangan tetap berbentuk ngoko.

⭐ Contoh:

A "Ora, kangmas ki suwé ora ngetingal-ngetingal (Inggil) iku tindak ngendi?"
(Tidak, kakak laki-laki ini kok lama tidak TERLIHAT pergi ke mana?)

B; "Wah, adhimas ki rada ngécé. Genah wis pirsa (Inggil) baé kok mundhut pirsa (Inggil). Prèèn-prèèn mesthi baé nanjakaké prèèné. Ya iku menyang Jakarta".
(Wah, adik laki-laki ini sedikit mengejek. Jelas sudah TAHU saja kok BERTANYA. Liburan pasti memaksimalkan liburannya. Yaitu pergi ke Jakarta)

• Apa wingi seliramu (Kangmas) sida tindak (Inggil) menyang Ngayogya?
(Apa kemarin kamu jadi PERGI ke Jogja?)

• Wulan Nopember iki seliramu (Mbakyu) tak aturi rawuh (Inggil) ing konggres Basa Jawa ing Surabaya.
(Bulan November ini kamu saya undang DATANG ke kongres Bahasa Jawa di Surabaya)

• Adiku arep dipundhutke (Inggil) wedhus ta, Pak.
(Adikku akan DIBELIKAN kambing ya pak?)

 Aku arep melu yen Simbah tindak mrana.
(Aku akan pergi kalau nenek/kakek PERGI ke sana)

💛 Basa Antya
Basa Antya hampir sama dengan Antya Basa dengan sedikit perbedaan yaitu, kosakata yang lain dapat juga ditambah dalam bentuk krama. Namun. kerangka besar tetap berbentuk ngoko terutama pada imbuhan dan partikel bahasa.

⭐ Contoh:

"Dak arani sliramu dhèk mau bengi saèstu mriksani ringgit (Inggil) ana ing dalemé (Inggil) Pak Lurah. Gèk lampahé baé apa ya dhimas, teka gamelané sedalu (Inggil) natas ngungkung baé, ora ana pedhot-pedhoté".

• Jare mriksani (Inggil) kethoprak, saiki tindak (Inggil) menyang endi?
Wah, mau esuk tindak (Inggil) kantor, sore iki ngrawuhi pepanggihan (Inggil) ana ing RT.
• Adhiku arep dipundhutke menda (Inggil) ta Pak
 Aku arep melu yen Simbah tindak mrika (Inggil).

💚 Madya Ngoko
Basa Madya Ngoko menggunakan kosakata Madya tanpa Krama dan  dicampur dengan kosakata ngoko apabila tidak memiliki bentuk madya (tengahan). Dibandingkan bentuk Madyantara, bentuk ini memiliki lebih banyak kosakata Ngoko bergantung kepada lawan bicara. 

⭐ Dapat dipergunakan oleh sesama teman, pembicara dan mitra bicara memperlakukan pembicara sederajat, misalnya antar pedagang (bakul). Tingkat tutur ini juga dipakai antara atasan kepada bawahan, priyayi kepada bawahan (rewang) dalam suasana akrab atau tidak resmi dan santai. 

⭐ Kerangka berbentuk Madya, dengan kosakata madya dan ngoko.

⭐ Ciri umum:
· Aku, menjadi kula
· Kowé, menjadi (n)dika
· Ater-ater tak- menjadi kula
· Ater-ater ko- menjadi dika
· Ater-ater di- tidak dirubah

⭐Contoh:

A: "Pundi woh-wohané sing (Ngoko) becik-becik punika?"
B: "Niku napa kirang becik?"

• Ndika wayah ngeten kok lunga (ngoko) teng pasar.
• Kula ajeng mantuk/bali (ngoko) riyin.

💚 Madyantara
Madya Antara: the same as madya krama except that no krama inggil references are used.
Basa Jawa Madyantara menggunakan kosakata krama untuk kata yang ditujukan kepada mitra bicara. 

⭐ Dipergunakan pembicara kepada mitra bicara yang lebih muda atau yang mempunyai derajat yang lebih rendah. Seorang priyayi apabila berbicara dengan saudara yang lebih muda atau  berbicara dengan priyayi lain yang sederajat dan telah akrab dapat memilih tingkat tutur ini.

⭐ Ciri umum:
· Aku, menjadi kula
· Kowé, menjadi sampéyan, samang, atau kang slira.
· Ater-ater tak-, menjadi kula
· Ater-ater ko-, menjadi samang, mang
· Ater-ater di-, tidak dirubah

⭐ Contoh:

Sampeyan napa nduwe perlu wigati (krama) kok gita-gita?
Kang slira saiki nyambut gawe ana ngendi?

💚 Madya Krama
Madya Krama: middle krama, using madya (alus) word where they are available, otherwise using krama. Ngoko affixation and krama Inggil references where appropriate.
Madya Krama memiliki beberapa perbedaan dengan bentuk Madyantara yaitu beberapa imbuhan berubah menggunakan bentuk Madya. Beberapa kosakata krama dipergunakan untuk menghormati mitra bicara.

⭐ Dipergunakan untuk menghormati orang lain, tetapi sifatnya sementara, dengan suasana yang lebih akrab serta tidak kaku atau resmi.

⭐ Ciri umum:
· Kata ganti aku berubah menjadi kula
· Kowé, menjadi sampéyan, samang
· Ater-ater tak-, menjadi kula
· Ater-ater ko-, menjadi samang, mang
· Panambang -ku, menjadi kula
· Panambang -mu, menjadi sampéyan, samang
· Panambang -e, -ake tidak dirubah

⭐ Contoh: 
(A menggunakan basa madya ngoko, B menggunakan basa madya krama).
A: "É, Yu nggéndhong lurik, ndika mandheg sedhéla".
B: "Napa, ajeng tumbas (krama)?"
A: "Wong ngendheg nèk boten ajeng tuku ajeng napa?"
B: "Engga ta mang milih. Dagangan kula saé-saé (krama)".


• Wanci ngeten kok sampun kondur (krama), napa empun rampung padamelan (krama) sampeyan?


Untuk Madya, baca juga:
https://x.com/NNBJawaofficial/status/1710622737386062250?s=20


💜 Wredha Krama
Wredakrama: slightly less formal variety of kramantara, using occasional ngoko affix nad less exalted pronouns of you. It is a style used when speaking to someone socially lower but with whom ngoko would be awkward.
Wredha Krama merupakan basa Krama lugu (polos) sehingga tidak sedikitpun mempergunakan campuran kosakata Inggil. Imbuhan tertentu masih berbentuk Ngoko dan tidak menggunakan kata ganti panjenengan. 

⭐ Dipergunakan oleh orang tua kepada anak muda dalam suasana formal, tidak akrab.

⭐ Ciri umum:

· Imbuhan di-, -e, -ake tidak dirubah
· Kata ganti aku, kowé, dan imbuhan dak-, ko-, berubah menjadi kula- dan sampeyan-.

⭐ Contoh:
(A menggunakan basa Wredha Krama, B menggunakan basa Mudha Krama)
A: "Pinten lélangané kapal kalih punika?"
B: "Kula nun, kawan belah, dèrèng presèn tuwin wragading lampah".
A: "Dados boten kirang kawan atus resiké?"
B: "Manawi".
A: "Punapa mulus boten wonten ciri?"
B: "Ingkang satunggal mulus, satunggalipun ciri suduk".
A: "Inggilé punapa jangkep kawan kaki?"
B: "Namung kirang sadim".


• Kados pundi nak, rembag bab kemajengane nagari ing parlemen?
 Mangga kaaturan pinarak, wong katingale sampun sayah.

💜 Kramantara
Kramantara (krama lumrah): ordinary krama i.e the same as mudha krama but without the krama inggil references.
Basa Kramantara merupakan basa Krama yang lebih halus daripada Wredakrama. 

⭐ Krama ini merupakan bentuk yang umum dapat digunakan untuk penutur yang berderajat sama di tempat umum atau oleh penutur yang memiliki status sosial yang lebih tinggi, tidak pada tempat umum. 

⭐ Bentuk tuturannya adalah krama, dengan awalan dan akhiran krama. 

 ⭐ Ciri umum:
· Aku, menjadi kula
· Kowé, menjadi sampéyan 
· Ater-ater dak-, menjadi kula
· Ater-ater di-, menjadi dipun-
· Panambang -ku, menjadi kula
· Panambang -mu, menjadi sampéyan
· Panambang -é, menjadi ipun
· Panambang -aké, menjadi aken

⭐ Contoh:
(Keterangan: A menggunakan basa Kramantara, B menggunakan basa Mudha Krama)

A: "Dhateng kula punika manawi pun adhi suka, kula nedha (nyilih) nyambut gadhahan sampéyan gangsa klenèngan".
B: "Kagem ing damel punapa teka kadingarèn mawi mundhut klenèngan".
A: "Anu, keng (madya/netral) mbakyu nyetauni putu, kemaruk sampun lungsé saweg gadhah putu sapunika".
B: "Ingkang kapundhut sléndro punapa pélog?"
B: "Kalih pisan kémawon, mangké yèn (ngoko/netral) namung salah satunggal mindhak damel cuwaning tamu"

Sampeyan punapa sampun mlebet dados anggotanipun partai politik, partai punapa?

💜 Mudha Krama
Tingkat Muda krama dipakai oleh orang muda yang berbicara kepada orang tua, murid kepada guru, atau antar teman kepada teman yang belum akrab. Bersifat sangat menghormati mitra bicara. Berbentu kerangka krama, kosakata krama inggil .

⭐ Dipergunakan untuk mitra bicara, awalan dan akhiran dalam bentuk krama.

⭐ Ciri umum:
· Aku, menjadi kula
· Kowé, menjadi panjenengan, sampéyan, panjenenganipun kangmas, panjenenganipun bapak/ibu, profesi, gelar, dll
· Ater-ater dak-, menjadi kula
· Ater-ater ko-, menjadi dipun
· Panambang -ku, menjadi kula
· Panambang -mu, menjadi panjenengan, sampéyan
· Panambang -é, menjadi -ipun
· Panambang -aké, menjadi aken

⭐Contoh:

(A dan C menggunakan Mudha Krama, B menggunakan ngoko)

A: "Bapak, punika wonten tamu. Sajakipun priyantun (Inggil) tebih".
B: "Ana tamu. Aturana lenggah dhisik. Tak salin sedhéla".
B: "É déné kowé, tak arani dhayoh saka ngendi".
C: "Inggih, temtunipun damel kagèt panjenenganipun bapak (Inggil) sekaliyan. Tiyang kula, boten ngaturi serat rumiyin".

• Lho kok, kang Mas, panjenengan punapa saestu (Inggil) tindak dhateng rapat, nitih sepeda motor punapa becak?
 Simbah dereng rawuh (Inggil) sapunika.

💜 Krama Inggil
Dipakai dalam pembicaraan oleh orang yang tinggi status sosialnya, karena asal-usulnya dan karena jabatannya; bila yang diajak bicara lebih tua umurnya dari yang berbicara. Tingkat ini untuk menunjukkan rasa hormat yang tinggi, segan, dan mungkin juga takut kepada yang diajak bicara. 

⭐ Antara lain dapat dipakai oleh: bawahan kepada atasan, priyayi alit kepada priyayi ageng, orang muda kepada orangtua kandung maupun orang yang lebih tua. 

⭐ Kosakata yang dipergunakan Inggil dengan beberapa kosakata khusus yang membedakan dengan Mudha Krama.

⭐ Ciri umum:
· Aku menjadi kawula, abdidalem kawula, atau kawula dalem
· Kowé menjadi panjenengan dalem atau nandalem 
· Akhiran mu menjadi kagungan dalem
· Khusus untuk menyebut Raja dapat juga menggunakan Sampeyan Dalem

⭐ Contoh:

Nyuwun duka Gusti, kala wingi kawula dalem mboten saged ndherekaken tindak dalem, awit anakipun kawula dalem saweg sakit sanget.
 Kagungan Dalem napa sampun dipunparingaken?

💜 Krama Andhap
Bentuk Krama jenis apapun yang didalamnya mengunakan kosakata Andhap kepada dirinya sendiri sehingga bersifat lebih merendah atau rendah hati. Krama Andhap terutama banyak menggunakan struktur Mudakrama. 

⭐ Krama Andhap hanya dipergunakan oleh penitur merujuk kepada dirinya sendiri atau orang pertama.

⭐ Contoh:
(B dan Z menggunakan Krama Andhap)
A: Dalemipun (Inggil) panjenengan pundi nggih?
B: Griyanipun (krama/andhap) dalem (adalem) celak kalih Bengawan Sala.
Y: Kowe wis mangan ta?
Z: Sampun nedhi (krama/andhap) kalawau.

⭐ Bila tidak menjadi Krama Andhap maka menggunakan kosakata nedha (madya) walaupun dalam kerangka Krama untuk merujuk diri sendiri.

❤ Krama Désa
Biasanya tingkat krama deso dipakai dalam komunikasi oleh orang desa yang tidak memahami sistem tingkat tutur atau kaidah bahasa krama. Kosakata dijadikan krama karena ingin menunjukkan rasa hormat kepada orang yang diajak bicara. Kosa kata yang menunjukkan tempat dan nama sering dijadikan krama. 

⭐ Misalnya Gunung Kidul menjadi ’Redi Kidul’, Boyo lali menjadi Boyo kesupen, Sawahan menjadi ’Sabinan’. Sering juga kata bagi orang pertama (penutur) dijadikan krama, karena tidak memahami larangan tersebut. 

⭐ Bentuk tingkat tutur ini adalah: krama, krama desa, kadang menggunakan atau mencampurkan kosakata krama inggil.

⭐ Ciri umum:
· Aku menjadi kula
· Kowé menjadi sampéyan
· Ater-ater dak- menjadi kula
· Ater-ater ko- menjadi sampéyan
· Ater-ater di- menjadi dipun

⭐ Contoh:

• Sampeyan punapa kresa mundhut sawo kagungan kula piyambak?
• Kula badhe tindak (Inggil) dateng sabinan methuk simbah.
• Punapa panjenengan saking Medunten (Madiyun)?

❤ Basa Kedaton
Basa kedaton atau basa bagongan adalah bahasa khusus yang dipakai oleh anggota kerajaan dan para pembantu (abdi dalem) bila ada pertemuan atau dalam percakapan di lingkungan kerajaan. Kata-kata yang termasuk basa kedaton antara lain manise/manira (aku), pukulun (kowe), jengandiko (kowe), enggih, punapi, boya (ora), seto (doyan), darbe (duwe), besaos (bae). Banyak kosakata yang bahkan tidak umum digunakan dalam masyarakat umum, kosakata Sansekreta, dan kosakata Jawa Kuna. 

⭐ Namun, apabila hendak berbicara kepada Raja atau keluarga kerajaan, menggunakan campuran kosakata krama Inggil.

⭐ Contoh:

Pakenira mekaten ampun boya kekirangan punapa-punapi, bebasan kantun dhahar lan tilem besaos.

* Basa kasar
Basa Kasar dipakai oleh pembicara yang merendahkan mitra bicara atau orang lain. Basa Jawa Kasar juga dipakai oleh pembicara yang marah, emosional. Bentuk basa kasar ialah Ngoko dengan menggunakan kata-kata kasar dan kotor.

⭐ Contoh:

• Yen kowe ora njegos, wis minggata kana.

♥♥♥

👀 Hal-hal yang perlu kita perhatikan, yaitu:
1.Kita tidak boleh melebihkan diri atas mitra bicara dalam setiap kosakata kita.

2.Apabila menggunakan Krama apapun, bahkan Mudakrama dan Krama Inggil kita harus menggunakan kosakata Madya, Andhap, atau netral untuk diri kita sendiri (orang pertama).

3.Apabila kita menggunakan kosakata Andhap pada diri kita maka kita memutuskan untuk bersikap rendah hati atau merendah dibandigkan lawan bicara. Tidak peduli tua atau muda dan jabatan.

4.Krama Inggil hanya digunakan orang muda kepada orang yang lebih tua, terlebih dari keluarga sendiri dan oleh bawahan kepada atasannya.

👀 Poin-poin lain yang perlu dicermati, yaitu:

1. Kesantunan berbahasa merupakan cerminan unggah-ungguh penuturnya.

2. Orang yang tahu unggah-ungguh, yang memiliki sopan santun, akan sangat berhati-hati dalam memilih tingkat tutur yang tepat. Tingkat tutur yang dipilih mencerminkan rasa ekuh pekewuh kepada orang yang diajak bicara dan yang dibicarakan.

3. Dewasa ini banyak orang Jawa yang sudah melemah kesadaran akan jati dirinya sebagai orang Jawa. Kesadaran untuk ber’basa’ yang baik semakin melemah.

4. Bahasa yang dipakai dalam bermasyarakat sudah tidak mencerminkan ‘rasa tepa selira, andhap asor, empan papan’.
Holmes (2001:61) mengatakan "Language shift tends to be slower among communities where the minority language is highly valued”. Dengan demikian bahasa Jawa tidak mudah tergeser oleh bahasa manapun yang lebih besar bila bahasa Jawa dihargai oleh penuturnya. Holmes juga mengatakan “When the language is seen as an important symbol of ethnic identity, it is generally maintained longer”. Bahasa Jawa juga akan dipelihara oleh masyarakat Jawa bila bahasa Jawa dipandang sebagai simbol identitas etnik mereka. Dengan demikian mati hidupnya bahasa Jawa tergantung pada generasi sekarang dan yang akan datang. Generasi muda adalah pewaris budaya leluhurnya. Merekalah yang mempunyai kewajiban untuk melestarikan bahasa Jawa termasuk budayanya. Bila mereka bersikap positif, memiliki kesadaran berbahasa Jawa yang tinggi dan akrab dengan bahasa Jawa mereka akan terampil berbahasa Jawa. Dengan demikian, nilai-nilai kemanusiaan dan budaya yang terkandung dalam bahasa Jawa dan terwujud dalam tingkat tutur yang ada akan tetap lestari.

💟 Marilah kita melestarikan unggah-ungguh basa Jawa dan mengajarkan tingkat tutur basa Jawa kepada generasi muda, di keluarga, di sekolah dan di lembaga pendidikan lain karena dengan mengajarkan ’basa’ yang baik, kesantunan dan kecintaan akan nilai-nilai kesantunan tertanam pada diri mereka. Demikian.

⭐ Daftar Pustaka:
1.http://wiedpatikraja.blogspot.com/2010/04/unggah-ungguh-basa-jawa.html?m=1
2.http://bayuriyantoxiia2.blogspot.com/2012/11/unggah-ungguh-basa-jawa-unggah-ungguh.html?m=1
3.https://jv.m.wikipedia.org/wiki/
4.https://ki-demang.com/kbj5/index.php/makalah-kunci/1132-09-tingkat-tutur-bahasa-jawa-wujud-kesantunan-manusia-jawa/

No comments:

Post a Comment