Untuk nama tempat Korea yang dipergunakan secara umum, antara k-kh-kk, c-ch-cc/jj, p-ph-pp, s-ss, dsb tidak dibedakan. Untuk pengucapan, konsonan diucapkan sesuai dengan keadaan saat sendiri/tetisolasi dimana b dibaca p saat tidak mengikuti dibelakang kosakata lain. Untuk huruf vokal digunakan yang mendekati suara menurut referensi akademis. Eu -> u, eo-> a(â)/oh, ê, oe/oi -> e, ae -> ay(è), eh, eui -> i. Untuk suara ô + konsonan dan é + konsonan maka akan ditulis sebagai u + konsonan dan i + konsonan. Sedangkan u + konsonan dan i + konsonan akan ditulis sebagai û + konsonan dan î + konsonan. Untuk lebih jelasnya nanti dapat melihat Tabel Aksara Jawa yamg belum saya buat saat ini. Berikut adalah daftar tempat dalam penggunaan Bahasa Jawa:
Seoul: soh-ul (sê-ul)
Pyongyang: pyongyang
Busan: Pusan
Update terakhir: 20 Oktober 2018
Saturday 20 October 2018
Panduan Nama Tempat: Jepang
Untuk bahasa Jepang, konsonan seperti tsu, dzu, dan fu dapat dialihaksarakan menjadi thu, dhu, hu dalam aksara Jawa. Alih aksara ini juga umum dalam romanisasi Jepang yaitu tu, du, hu. Selain itu, shi dapat ditulis sebagai syi ataupun si. Untuk n dapat ditulis tetap ataupun dirubah menjadi n, ng, dan m. Penulisan sesuai dengan suara lebih diutamakan dengan keringanan untuk tsu, dzu, fu yang variasi pengucapannya juga ditoleransi di Jepang.
Tokyo: Thokyo
Narita: Narithah
Gifu: Gifu (Gihu)
Okinawa: Okinawah
*untuk à seperti biasa ditulis dengan akhiran h menurut aturan transliterasi umum dan pengucapan dalam bahasa Jawa.
Update terakhir: 20 Oktober 2018
Tokyo: Thokyo
Narita: Narithah
Gifu: Gifu (Gihu)
Okinawa: Okinawah
*untuk à seperti biasa ditulis dengan akhiran h menurut aturan transliterasi umum dan pengucapan dalam bahasa Jawa.
Update terakhir: 20 Oktober 2018
Panduan Nama Tempat: Cina
Bahasa Cina saat ini berpusat pada bahasa Mandarin dialek Beijing. Sebelumnya, bahasa Mandarin dialek Nanjing dipergunakan sejak sekitar jaman dinasti Qing hingga jaman RRT awal. Nama tempat pun banyak yang dialihaksarakan menurut dialek Nanjing sejak jaman tersebut oleh para pedagang Eropa.
Secara fonetis, dialek Nanjing ini dianggap lebih jelas dalam segi suara dan pembedaan arti. Salah satu sebabnya ialah perpindahan suara palatalisasi konsonan: g, k, s (k, kh, s) saat bertemu i/y- menjadi j, q, x (c, ch, sy). Sehingga, pembedaan suara dan arti menjadi tidak ada yang sebelumnya keenam konsonan tersebut dibedakan.
Dikarenakan faktor keumuman dan segi fonetis atau mungkin dapat pula semantis, maka penyebutan kota dan tempat di negara Cina umumnya merujuk pada dialek Nanjing ini yang dapat dilihat pada Chinese Postal Map Romanisation. Berikiut adalah daftar tempat di Cina untuk penggunaan dalam bahasa Jawa:
Beijing: Pekking
Nanjing: Nanking
Kanton: Kwangtung
*) beberapa nama tempat menggunakan ejaan bahasa dan dialek lokal lain selain Mandarin dialek Nanjing
Update terakhir: 20 Oktober 2018
Secara fonetis, dialek Nanjing ini dianggap lebih jelas dalam segi suara dan pembedaan arti. Salah satu sebabnya ialah perpindahan suara palatalisasi konsonan: g, k, s (k, kh, s) saat bertemu i/y- menjadi j, q, x (c, ch, sy). Sehingga, pembedaan suara dan arti menjadi tidak ada yang sebelumnya keenam konsonan tersebut dibedakan.
Dikarenakan faktor keumuman dan segi fonetis atau mungkin dapat pula semantis, maka penyebutan kota dan tempat di negara Cina umumnya merujuk pada dialek Nanjing ini yang dapat dilihat pada Chinese Postal Map Romanisation. Berikiut adalah daftar tempat di Cina untuk penggunaan dalam bahasa Jawa:
Beijing: Pekking
Nanjing: Nanking
Kanton: Kwangtung
*) beberapa nama tempat menggunakan ejaan bahasa dan dialek lokal lain selain Mandarin dialek Nanjing
Update terakhir: 20 Oktober 2018
Cara Jawa - Jawanisasi/Javanisation
Pada postingan kali ini saya akan membahas mengenai Cara Jawa. Cara Jawa itu ialah perubahan penulisan kosakat asing dalam Aksara Jawa baik secara transliterasi tetap maupun transliterasi rubahan. Biasanya dalam istilah bahasa Internasional (Inggris) alih aksara atau transliterasi disebut sebagai Romanisation yang berarti Peng-Romaan atau Latinisation yang berarti Peng-Latinan. Hal tersebut disebabkan abjad bahasa Inggris yang umum kita pakai ialah Aksara Latin yang merupakan bahasa resmi Romawi.
Nah, seperti transliterasi versi aksara Latin, Cara Jawa juga dibagi menjadi dua yaitu, Cara Jawa têtêg dan Cara Jawa Owah. Cara Jawa Têtêg berarti alih aksara sesuai dengan yang disuarakan dalam kosakata tersebut secara persis.
Contoh:
Paris: Pari
France: Frãs
James: Jeyms
Dsb.
*untuk aksara Jawa dapat melihat Tabel Aksara Jawa penuh di wikipedia
** untuk cara pengubahan dalam tata tulis belum saya buat postingannya
Sementara itu, Cara Jawa Owah ialah alih aksara yang sudah disesuaikan dengan pengucapan lidah Jawa yang umum terutama apabila pengucapan kosakata sulit (tidak lazim) serta kosakata tersebut umum dipergunakan dalam keseharian.
Jjajangmyeon: cajangmyon (ccajangmyòn)
Hangeul: Hangul (Hangül)
Handphone: Henpun (Heyndhfown)
Dsb.
Cara Jawa Owah ini juga termasuk pada penyerapan kosakata yang benar-benar dijawakan sehingga lebih membumi. Dan dikarenakan alih aksara ini tidak memberikan pembedaan yang ditemukan pada kosakata-kosakata asli, dimana dapat menjadi sama saat sudah dirubah suaranya, maka Cara Jawa Owah tidak dipergunakan dalam keperluan yang bersifat akademis, akan tetapi digunakan Cara Jawa Têtêg yang berfungsi menghilangkan ambigu secara fonetis atau suara.
Cara Jawa sangat berguna dalam berbagai bidang. Baik bidang akademis, bidang jurnalisme, maupun bidang lainnya. Nama orang, tempat, judul karya seperti film, dll dapat dituliskan dalam aksara Jawa dan dibaca dengan mudah sesuai dengan pengucapannya. Selain itu dalam lingkungan keilmuan, Cara Jawa berguna dalam penerangan cara pengucapan istilah-istilah khusus seperti nama Latin maupun nama istilah lain.
Cara Jawa sangat berfumngsi sebagai dasar tata eja dalam transliterasi kosakata asing yang akan dipergunakan dalam bahasa Jawa menurut keumuman penggunaan, dll. Sehingga penguasaan akan Cara Jawa sangat penting untuk memahami kosakata secara lebih baik serta untuk penulisan nama-nama atau istilah yang tidak dapat diterjemahkan dalam kosakata bahasa Jawa.
Nah, seperti transliterasi versi aksara Latin, Cara Jawa juga dibagi menjadi dua yaitu, Cara Jawa têtêg dan Cara Jawa Owah. Cara Jawa Têtêg berarti alih aksara sesuai dengan yang disuarakan dalam kosakata tersebut secara persis.
Contoh:
Paris: Pari
France: Frãs
James: Jeyms
Dsb.
*untuk aksara Jawa dapat melihat Tabel Aksara Jawa penuh di wikipedia
** untuk cara pengubahan dalam tata tulis belum saya buat postingannya
Sementara itu, Cara Jawa Owah ialah alih aksara yang sudah disesuaikan dengan pengucapan lidah Jawa yang umum terutama apabila pengucapan kosakata sulit (tidak lazim) serta kosakata tersebut umum dipergunakan dalam keseharian.
Jjajangmyeon: cajangmyon (ccajangmyòn)
Hangeul: Hangul (Hangül)
Handphone: Henpun (Heyndhfown)
Dsb.
Cara Jawa Owah ini juga termasuk pada penyerapan kosakata yang benar-benar dijawakan sehingga lebih membumi. Dan dikarenakan alih aksara ini tidak memberikan pembedaan yang ditemukan pada kosakata-kosakata asli, dimana dapat menjadi sama saat sudah dirubah suaranya, maka Cara Jawa Owah tidak dipergunakan dalam keperluan yang bersifat akademis, akan tetapi digunakan Cara Jawa Têtêg yang berfungsi menghilangkan ambigu secara fonetis atau suara.
Cara Jawa sangat berguna dalam berbagai bidang. Baik bidang akademis, bidang jurnalisme, maupun bidang lainnya. Nama orang, tempat, judul karya seperti film, dll dapat dituliskan dalam aksara Jawa dan dibaca dengan mudah sesuai dengan pengucapannya. Selain itu dalam lingkungan keilmuan, Cara Jawa berguna dalam penerangan cara pengucapan istilah-istilah khusus seperti nama Latin maupun nama istilah lain.
Cara Jawa sangat berfumngsi sebagai dasar tata eja dalam transliterasi kosakata asing yang akan dipergunakan dalam bahasa Jawa menurut keumuman penggunaan, dll. Sehingga penguasaan akan Cara Jawa sangat penting untuk memahami kosakata secara lebih baik serta untuk penulisan nama-nama atau istilah yang tidak dapat diterjemahkan dalam kosakata bahasa Jawa.
Thursday 18 October 2018
Karo (bersama, together with)
Kali ini kita akan membahas kosakata karo. Berasal dari lingga ro. Berdasarkan konteksnya, karo menempati beberapa fungsi.
Aku karo kañcaku bubar dolan.
Ind: Aku dan temanku selesai/habis bermain.
Eng: I am together with my friend finished playing/hanging out .
Aja ngombe karo mlaku.
Ind: Jangan minum sambil berjalan.
Eng: Do not drink while walking.
Aku mangan karo sêga.
Ind: Aku makan dengan nasi.
Eng: I eat with rice. (I eat rice)
Aja mangan nganggo tangan kiwa.
Ind: Jangan makan menggunakan tangan kiri.
Eng: Do not eat with left hand. (using)
Aku karo kañcaku bubar dolan.
Ind: Aku dan temanku selesai/habis bermain.
Eng: I am together with my friend finished playing/hanging out .
Aja ngombe karo mlaku.
Ind: Jangan minum sambil berjalan.
Eng: Do not drink while walking.
Aku mangan karo sêga.
Ind: Aku makan dengan nasi.
Eng: I eat with rice. (I eat rice)
Aja mangan nganggo tangan kiwa.
Ind: Jangan makan menggunakan tangan kiri.
Eng: Do not eat with left hand. (using)
Kanggo (untuk, for)
Kali ini kita hendak membahas kosakata kanggo. Berasal dari lingga anggo dan wod go. Arti umum dari kanggo ialah dipergunakan untuk. Namun berdasarkan konteksnya kosakata ini menempati banyak fungsi.
Buku iki kanggo wacan.
Ind: Buku ini untuk bahan bacaan.
Eng: This book is for reading material.
Barang iku ora kanggo.
Ind: Barang itu tidak berguna/terpakai.
Eng: That thing is not used/ is useless.
Kanggomu aku iki apa.
Ind: Bagimu, aku ini apa?
Eng: For you, what am I? (What am I for you?)
*Bentuk madyanya ialah kangge, dan kramanya ialah kagêm.
Buku iki kanggo wacan.
Ind: Buku ini untuk bahan bacaan.
Eng: This book is for reading material.
Barang iku ora kanggo.
Ind: Barang itu tidak berguna/terpakai.
Eng: That thing is not used/ is useless.
Kanggomu aku iki apa.
Ind: Bagimu, aku ini apa?
Eng: For you, what am I? (What am I for you?)
*Bentuk madyanya ialah kangge, dan kramanya ialah kagêm.
Tuesday 16 October 2018
Bagaimana cara belajar bahasa jawa?
Pertanyaan di atas sering terlontar dari banyak orang. Bagaimana cara belajar bahasa jawa, tentu saja tidak hanya sekedar bergantung dengan apa yang ada di kelas sekolah saat ini.
Apabila kita tahu, bahasa itu ialah suatu benda yang bergerak. Bahasa menjadi hidup apabila ia digunakan dan hidup bersama kita. Bahasa itu tidak hanya sastra namun juga hidup di sela-sela kita. Apabila kita menggunakan dan berkeinginan menjadikannya seperti napas kita maka akan sulit untuk menguasasi bahasa.
Bahasa Jawa khususnya sudah lama vakum sebagai bahasa kerja sejak berdirinya Negara Indonesia. Lantas apakah maksudnya? Bahasa Jawa layaknya bahasa daerah yang lain menjadi dianggap tidak banyak berfungsi dan tidak berkembang selain menjadi bahasa 'pasar' semata. Pendidikan bahasa lama kelamaan memudar diperburuk dengan 'pelarangan' penggunaan aksara daerah dan penggunaan aksara Latin untuk bahasa daerah segera setelah Indonesia merdeka.
Lalu, setelah tahu bahwa bahasa Jawa sudah lama tidak digunakan dalam bidang formal apalagi bidang keilmuan, bagaimanakah kita menjadikan bahasa Jawa menjadi bahasa yang relevan tanpa merubah esensi dan keunikan dari bahasa Jawa sendiri? Kita dapat melihat melalui bahasa-bahasa lain yang sempat berkembang 'dengan sendirinya' di saat ilmu pengetahuan selaras berkembang di sekitarnya. Ada bahasa-bahasa Asia Timur yang menggunakan kosakata berdasarkan aksara Kanji yang umum dipergunakan selama berabad-abad (termasuk Korea dan Vietnam) dalam menerjemahkan konsep-konsep dan ilmu-ilmu asing menjadi sesuatu yang mudah dipahami tanpa mempelajari tiap kosakata sebagai sesuatu yang bermakna baru ataupun asing. Lalu, bahasa-bahasa di India serta Asia Tenggara yang banyak mempergunakan kosakata Sansekerta selama berabad-abad juga menggunakannya untuk menerjemahkan kosakata baru dari keilmuana baru yang sebelumnya tidak pernah mereka ketahui namun mudah dimengerti melalui kata-kata Sansekerta yang dipadupadankan ke dalamnya. Relevansi bahasa-bahasa di tempat-tempat di atas menjadi selaras akibat penghidupan bahasa dalam mengakomodasi ide-ide dan konsep-konsep pada jaman yang berkembang namun dengan menggunakan kosakata yang sudah umum diketahui selama berabad-abad dan dipadupadankan menjadi terus hidup. Hal tambahnya, bahasa tersebut hidup secara relevan tanpa tergerus jaman dan bahasa lain yang merubah bahasa asli secara tidak alami dan menggeser kosakata lama yang banyak dipergunakan, umum diketahui, serta dapat dipadupadankan.
Lalu selain relevansi dan menghidupkan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari apa lagi? Kita harus memahami setidaknya kosakata ngoko yang ada dalam bahasa Jawa. Kosakata ngoko ialah kosakata dasar yang pasti ada untuk setiap konsep secara umum. Sedangkan kosakata madya dan alus hanya ada pada kosakata tertentu. Apabila ngoko saja masih tercampur dengan kosakata bahasa lain, bagaimanakah kita dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar? Bagaimana kita akan menguasai bahasa Jawa? Jadi kita urutkan prioritas secara bertahap.
Lalu struktur bahasa Jawa yang unik seperti bahasa-bahasa lainnya harus kita pergunakan dan hidup saat kita mempergunakan bahasa Jawa. Caranya ialah kita harus mencelupkan diri atau pikiran kita melalui media-media ekspresi Jawa yang otentik seperti bacaan koran atau majalah di sastra.org, mendengarkan percakapan orang Jawa dipusat-pysat kebudayaan Jawa yang masih kuat dan lain-lain. Sebabtanpa hal ini kita belum benar-benar menguasai bajasa Jawa. Namun, kita harus mengingat prioritas kota secara bertahap. Mana yang kita utamakan dahulu secara persen jumlah dalam tahap-tahap waktu kita belajar.
Jadi untuk mengulas maka yang harus kita pelajari ialah kosakata dan relevansi menerus dalam kehidupan kita, kosakata ngoko, dan struktur kebahasaan yang hidup dan ada dalam bacaan-bacaan atau audio-audio (termasuk yang secara langsuny dari mulut) yang dalam keadaan otentik untuk kita pahami dan gunakan di kehidupan sehari-hari ketika berbahasa Jawa.
Apabila kita tahu, bahasa itu ialah suatu benda yang bergerak. Bahasa menjadi hidup apabila ia digunakan dan hidup bersama kita. Bahasa itu tidak hanya sastra namun juga hidup di sela-sela kita. Apabila kita menggunakan dan berkeinginan menjadikannya seperti napas kita maka akan sulit untuk menguasasi bahasa.
Bahasa Jawa khususnya sudah lama vakum sebagai bahasa kerja sejak berdirinya Negara Indonesia. Lantas apakah maksudnya? Bahasa Jawa layaknya bahasa daerah yang lain menjadi dianggap tidak banyak berfungsi dan tidak berkembang selain menjadi bahasa 'pasar' semata. Pendidikan bahasa lama kelamaan memudar diperburuk dengan 'pelarangan' penggunaan aksara daerah dan penggunaan aksara Latin untuk bahasa daerah segera setelah Indonesia merdeka.
Lalu, setelah tahu bahwa bahasa Jawa sudah lama tidak digunakan dalam bidang formal apalagi bidang keilmuan, bagaimanakah kita menjadikan bahasa Jawa menjadi bahasa yang relevan tanpa merubah esensi dan keunikan dari bahasa Jawa sendiri? Kita dapat melihat melalui bahasa-bahasa lain yang sempat berkembang 'dengan sendirinya' di saat ilmu pengetahuan selaras berkembang di sekitarnya. Ada bahasa-bahasa Asia Timur yang menggunakan kosakata berdasarkan aksara Kanji yang umum dipergunakan selama berabad-abad (termasuk Korea dan Vietnam) dalam menerjemahkan konsep-konsep dan ilmu-ilmu asing menjadi sesuatu yang mudah dipahami tanpa mempelajari tiap kosakata sebagai sesuatu yang bermakna baru ataupun asing. Lalu, bahasa-bahasa di India serta Asia Tenggara yang banyak mempergunakan kosakata Sansekerta selama berabad-abad juga menggunakannya untuk menerjemahkan kosakata baru dari keilmuana baru yang sebelumnya tidak pernah mereka ketahui namun mudah dimengerti melalui kata-kata Sansekerta yang dipadupadankan ke dalamnya. Relevansi bahasa-bahasa di tempat-tempat di atas menjadi selaras akibat penghidupan bahasa dalam mengakomodasi ide-ide dan konsep-konsep pada jaman yang berkembang namun dengan menggunakan kosakata yang sudah umum diketahui selama berabad-abad dan dipadupadankan menjadi terus hidup. Hal tambahnya, bahasa tersebut hidup secara relevan tanpa tergerus jaman dan bahasa lain yang merubah bahasa asli secara tidak alami dan menggeser kosakata lama yang banyak dipergunakan, umum diketahui, serta dapat dipadupadankan.
Lalu selain relevansi dan menghidupkan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari apa lagi? Kita harus memahami setidaknya kosakata ngoko yang ada dalam bahasa Jawa. Kosakata ngoko ialah kosakata dasar yang pasti ada untuk setiap konsep secara umum. Sedangkan kosakata madya dan alus hanya ada pada kosakata tertentu. Apabila ngoko saja masih tercampur dengan kosakata bahasa lain, bagaimanakah kita dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar? Bagaimana kita akan menguasai bahasa Jawa? Jadi kita urutkan prioritas secara bertahap.
Lalu struktur bahasa Jawa yang unik seperti bahasa-bahasa lainnya harus kita pergunakan dan hidup saat kita mempergunakan bahasa Jawa. Caranya ialah kita harus mencelupkan diri atau pikiran kita melalui media-media ekspresi Jawa yang otentik seperti bacaan koran atau majalah di sastra.org, mendengarkan percakapan orang Jawa dipusat-pysat kebudayaan Jawa yang masih kuat dan lain-lain. Sebabtanpa hal ini kita belum benar-benar menguasai bajasa Jawa. Namun, kita harus mengingat prioritas kota secara bertahap. Mana yang kita utamakan dahulu secara persen jumlah dalam tahap-tahap waktu kita belajar.
Jadi untuk mengulas maka yang harus kita pelajari ialah kosakata dan relevansi menerus dalam kehidupan kita, kosakata ngoko, dan struktur kebahasaan yang hidup dan ada dalam bacaan-bacaan atau audio-audio (termasuk yang secara langsuny dari mulut) yang dalam keadaan otentik untuk kita pahami dan gunakan di kehidupan sehari-hari ketika berbahasa Jawa.
Subscribe to:
Posts (Atom)